MUQADDIMAH
Dalam kajian ilmu sejarah, tentang
masuknya Islam di Indonesia masih “debatable”. Oleh karena itu perlu ada
penjelasan jernih dahulu tentang penegrtian “masuk”, antara lain:
1. Dalam
arti sentuhan (ada hubungan dan ada pemukiman Muslim).
2. Dalam
arti sudah berkembang adanya komunitas masyarakat Islam.
3. Dalam
arti sudah berdiri Islamic State (Negara/kerajaan Islam).
Selain itu juga masing-masing pendapat
penggunakan berbagai sumber, baik dari arkeologi, beberapa tulisan dari sumber
barat, dan timur. Disamping jiga berkembang dari sudut pandang Eropa Sentrisme
dan Indonesia Sentrisme.
Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya
Islam di Indonesia.
1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
1. Masuknya
islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al
mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab
Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni
Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
2. Dari
Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum
Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para
pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya
ke China.
3. Dari
Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan
bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara
tahun 606-699 M.
4. Prof.
Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of
Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan
bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
5. Prof.
Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysiamengungkapkan bahwa
pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
6. Prof.
S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India
dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis
menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum
muslimin Indonesia.
7. W.P.
Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese
sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya
Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Tashih = Arab Muslim).
8. T.W.
Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The
Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun
1 Hijriyah (Abad 7 M).
1. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
1. Satu-satunya
sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar,
Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu
terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
2. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
1. Catatan
perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam
Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.
2. K.F.H.
van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan
Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
3. J.P. Moquette
dalam De Grafsteen te Pase en Grisse VergelekenMet Dergelijk Monumenten uit
hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke
13.
4. Beberapa
sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih
cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di
kawasan Indonesia.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?
Sebelum pengaruh islam masuk
ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik
dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara
akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di
arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan itulah
Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian
bangsa Arab, Persia, Indiadan china punya nadil melancarkan
perkembangan islam di kawasanIndonesia.
Gujarat (India)
Pedagang islam dari Gujarat,
menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
1. ukiran
batu nisan gaya Gujarat.
2. Adat
istiadat dan budaya India islam.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan
Islam dengan beberapa bukti antar lain:
1. Gelar
“Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
2. Pengaruh
aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
3. Pengaruh
madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai
kepulauanIndonesia, dengan bukti antara lain:
1. Menurut
al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut,
Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra,
Jawa, dan Malaka.
2. munculnya
nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma
Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awang), mengenalkan islam di pantai dan
pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
1. Gedung
Batu di semarang (masjid gaya China).
2. Beberapa
makam China muslim.
3. Beberapa
wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam
ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga
terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang penuh toleransi (Umar
kayam:1989)
Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1. Perdagangan dan Perkawinan
Dengan menunggu angina muson (6 bulan), pedagang
mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah terjadi
interaksi social yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
2. Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat
‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C.
Van Leur).
3. Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam
(dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu
ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sisitem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai
sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
Dari ketiga model perkembangan Islam itu,
secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia.
Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam
bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas
pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi
“ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya
hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki komunikasi
dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan colonial.
Fatimah binti Maimun
Makam
Fatimah binti Maimun, di desa Leran, Manyar, Gresik. Cungkup makam berupa
gedung tembok persegi dari batu kapur putih.
Fatimah
binti Maimun bin Hibatullah adalah
seorang perempuan beragama Islam yang
wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Batu
nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan
huruf kaligrafi bergaya Kufi, serta
merupakan nisan kubur Islam tertua yang ditemukan di Nusantara. Makam
tersebut berlokasi di desa Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 5 km arah utara kota Gresik, Jawa Timur.
Temuan
batu nisan tersebut merupakan salah satu data arkeologis yang berkenaan dengan
keberadaan komunitas Muslim pertama di kawasan pantai utara Jawa Timur. Gaya
Kufi tersebut menunjukkan di antara pendatang di kawasan pantai tersebut,
terdapat orang-orang yang berasal dari Timur Tengah dan
bahwa mereka juga merupakan pedagang, sebab nisan kubur dengan gaya Kufi serupa
juga ditemukan di Phanrang, Champa selatan. Hubungan perdagangan Champa-Jawa Timur
tersebut adalah bagian dari jalur perdagangan komunitas Muslim pantai pada abad
ke-11 yang membentang di bagian selatan Cina, India,
dan Timur Tengah.
Legenda
Sumber
tertulis tertua yang menulis legenda mengenai seorang putri dari Leran
ialah Sajarah Banten,
yang ditulis tahun 1662 atau 1663. Disebutkan bahwa pada masa Islamisasi
Jawa, seorang bernama Putri Suwari dari Leran ditunangkan dengan raja terakhir
dari Majapahit.
Moquette
juga menyampaikan legenda setempat yang dicatatnya saat ia mengunjungi Leran,
bahwa makam tersebut adalah kubur seorang putri raja bernama Putri Dewi Suwari,
yang memainkan peranan penting di awal sejarah Islam di pulau Jawa. Putri
tersebut dihubung-hubungkan dengan Maulana Malik
Ibrahim (wafat
822 H/1419 M), seorang waliterkenal
yang makamnya terdapat di kota Gresik,
entah sebagai istrinya atau muridnya. Legenda tersebut tidak dapat diterima
karena terdapat jarak 400 tahun antara kedua tokoh tersebut.
Teks
nisan
Inskripsi
nisan terdiri dari tujuh baris, berikut ini adalah bacaan J.P. Moquette yang diterjemahkan
oleh Muh. Yamin, sbb.:[8]
- Atas
nama Tuhan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah
- Tiap-tiap
makhluk yang hidup di atas bumi itu adalah bersifat fana
- Tetapi
wajah Tuhan-mu yang bersemarak dan gemilang itu tetap kekal adanya
- Inilah
kuburan wanita yang menjadi kurban syahid bernama Fatimah binti Maimun
- Putera
Hibatu'llah yang berpulang pada hari Jumiyad ketika tujuh
- Sudah
berlewat bulan Rajab dan pada tahun 495[9]
- Yang
menjadi kemurahan Tuhan Allah Yang Maha Tinggi
- Bersama
pula Rasulnya Mulia
Baris
1 merupakan basmalah sedangkan baris 2-3
merupakan kutipan Surah Ar-Rahman ayat 25-26, yang umum dalam epitaf umat
Muslim, terutama di Mesir.[10]
WALI SANGA
Walisongo Periode
Pertama
Pada
waktu Mehmed I Celeby memerintah kerajaan Turki, beliau menanyakan perkembangan
agama Islam kepada para pedagang dari Gujarat. Dari mereka Sultan mendapat
kabar berita bahwa di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan
Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam tapi hanya terbatas pada
keluarga pedagang Gujarat yang kawin dengan para penduduk pribumi yaitu di
kota-kota pelabuhan.
Sang
Sultan kemudian mengirim surat kepada pembesar Islam di Afrika Utara dan Timur
Tengah. Isinya meminta para ulama yang mempunyai karomah untuk dikirim ke pulau
Jawa. Maka terkumpullah sembilan ulama berilmu tinggi serta memiliki karomah.
Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,[1]
majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari
beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan,
namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau
karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota
majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya. Pada tahun
808 Hijrah atau 1404 Masehi para ulama itu berangkat ke Pulau Jawa. Mereka
adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik, berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian
timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari
sebelah utara pabrik Semen Gresik.
2. Maulana Ishaq berasal dari Samarkand
dekat Bukhara-uzbekistan/Rusia. Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di
Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudra Pasaidan wafat di sana.
3. Syekh Jamaluddin Husain atau Syekh
Jumadil Qubro, berasal dari Mesir. Beliau berdakwah keliling. Makamnya di
Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal
dari Maroko, beliau berdakwah keliling. Wafat tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom
Klaten, Jawa Tengah.
5. Maulana Malik Isroil berasal dari
Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal
dari Persia Iran. Ahli pengobatan. Wafat 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
7. Maulana Hasanuddin berasal dari
Palestina Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping
masjid Banten Lama.
8. Maulana Alayuddin berasal dari
Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping
masjid Banten Lama.
9. Syekh Subakir, berasal dari Persia,
ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat tukang
menyesatkan manusia. Setelah para Jin tadi menyingkir dan lalu tanah yang telah
netral dijadikan pesantren. Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah
Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada tahun 1462 M dan wafat di
sana. Salah seorang pengikut atau sahabat Syekh Subakir tersebut ada di sebelah
utara Pemandian Blitar, Jawa Timur. Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa
sajadah yang terbuat dari batu kuno.
Walisongo Periode
Kedua
Pada
periode kedua ini masuklah tiga orang wali menggantikan tiga wali yang wafat.
Ketiganya adalah:
1. Raden Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke
Jawa pada tahun 1421 M menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M.
Raden Rahmat atau Sunan Ampel berasal dari Champa, Muangthai Selatan (Thailand
Selatan).
2. Sayyid Ja’far Shodiq berasal dari
Palestina, datang di Jawa tahun 1436 menggantikan Malik Isro’il yang wafat pada
tahun 1435 M. Beliau tinggal di Kudus sehingga dikenal dengan Sunan Kudus.
3. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati, berasal dari Palestina. Datang di Jawa pada tahun 1436 M. Menggantikan
Maulana Ali Akbar yang wafat tahun 1435 M. Sidang walisongo yang kedua ini
diadakan di Ampel Surabaya.
Para
wali kemudian membagi tugas. Sunan Ampel, Maulana Ishaq dan Maulana Jumadil
Kubro bertugas di Jawa Timur. Sunan Kudus, Syekh Subakir dan Maulana
Al-Maghrobi bertugas di Jawa Tengah. Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin
dan Maulana Aliyuddin di Jawa Barat. Dengan adanya pembagian tugas ini maka
masing-masing wali telah mempunyai wilayah dakwah sendiri-sendiri, mereka
bertugas sesuai keahlian masing-masing.
Walisongo Periode
Ketiga
Pada
tahun 1463 M. Masuklah menjadi anggota Walisongo yaitu:
1. Sunan Giri kelahiran Blambangan Jawa
Timur. Putra dari Syekh Maulana Ishak dengan putri Kerajaan Blambangan bernama
Dewi Sekardadu atau Dewi Kasiyan. Raden Paku ini menggantikan kedudukan ayahnya
yang telah pindah ke negeri Pasai. Karena Raden Paku tinggal di Giri maka
beliau lebih terkenal dengan sebutan Sunan Giri. Makamnya terletak di Gresik
Jawa Timur.
2. Raden Said, atau Sunan Kalijaga,
kelahiran Tuban Jawa Timur. Beliau adalah putra Adipati Wilatikta yang
berkedudukan di Tuban. Sunan Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang kembali
ke Persia.
3. Raden Makdum Ibrahim, atau Sunan
Bonang, lahir di Ampel Surabaya. Beliau adalah putra Sunan Ampel, Sunan Bonang
menggantikan kedudukan Maulana Hasanuddinyang wafat pada tahun 1462. Sidang
Walisongo yang ketiga ini juga berlangsung di Ampel Surabaya.
Walisongo Periode
Keempat
Pada
tahun 1466 diangkat dua wali menggantikan dua yang telah wafat yaitu Maulana
Ahmad Jumadil Kubro dan Maulana Muhammad Maghrobi. Dua wali yang
menggantikannya ialah:
Raden
Patah adalah murid Sunan Ampel, beliau adalah putra Raja Brawijaya Majapahit.
Beliau diangkat sebagai Adipati Bintoro pada tahun 1462 M. Kemudian membangun
Masjid Demak pada tahun 1465 dan dinobatkan sebagai Raja atau Sultan Demak pada
tahun 1468.Setelah itu Fathullah Khan, putra Sunan Gunungjati, beliau dipilih
sebagai anggota Walisongo menggantikan ayahnya yang telah berusia lanjut.
Walisongo Periode
Kelima
Dapat
disimpulkan bahwa dalam periode ini masuk Sunan Muria atau Raden Umar
Said-putra Sunan Kalijaga menggantikan wali yang wafat.
Konon
Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang itu adalah salah satu anggota
Walisongo, namun karena Siti Jenar di kemudian hari mengajarkan ajaran yang
menimbulkan keresahan umat dan mengabaikan syariat agama maka Siti Jenar
dihukum mati. Selanjutnya kedudukan Siti Jenar digantikan oleh Sunan Bayat –
bekas Adipati Semarang (Ki Pandanarang) yang telah menjadi murid Sunan
Kalijaga.
Walisongo
atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke
14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat.
Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Pada
masa Syaikh Jamaluddin Husein perjuangan dititik beratkan pada keorganisasian,
dedikasi, ekonomi, kemudian dilanjutkan dalam dunia pendidikan dan pengkaderan
pada masa Sayyid Malik Ibrahim sehingga dapat memasuki wilayah kerajaan tanpa
campur tangan politik dan (imbalan) ekonomi. Selanjutnya pada masa Syaikh
Asmoroqondi mulai dilakukan pengaturan struktur organisasi sebagai media dakwah
serta memperkuat perekonomian dan spiritual. Selanjutnya pada masa Sunan Ampel
dilanjutkan dengan pemetaan geografi dan antropologi, pembangunan ekonomi dan
pertanian, pengelolaan tanah hadiah dari hayam wuruk dan gajah mada sehingga
bisa menghidupi dakwah dan pendidikan. Selain itu, kerapian organisasi lebih disempurnakan
sehingga melahirkan ketatanegaraan / negarawan, ekonom, pertanian, yang
diantaranya dipegang oleh putra beliau Maulana Hasyim, seorang ulama, fuqoha,
tasawwuf, ekonom, mampu memberdayakan ekonomi umat sehingga terjamin hidup
fuqara, masaakin, aytam, dan para siswa.
Sunan
Bonang; merupakan seorang yang 'allaamah, membidangi segala ilmu, guru besar
dari para sultan / ratu, senopati, adipati, tumenggung, dan guru para wali dan
ulama. Kedudukan beliau shulthaan al-auliyaa' fii zamaanihi.
Imam
Ja'far Shadiq; Muhaddits dan Fuqahaa', mahir ilmu kelautan, ekonomi, dan pola
pendidikan sehingga mampu menyejahterakan kerajaan dan lingkungan, serta
seorang budayawan.
Sunan
Kalijogo; Seorang 'alim yang sangat memahami budaya sekalipun aliran-aliran dan
agama lain sehingga mampu mengendalikan segala aliran, dari situ beliau
mendapat gelar kalijogo (kalinya aliran-aliran). Disamping itu, beliau
merupakan budayawan, seniman, pengarag gending dan lagu yang berbentuk puisi
ataupun syair, beliau juga seorang dalang yang mampu memadukan dari mahabharata
menjadi carangan, dari carangan menjadi karangan dan karangan itu menjadi pakem
para dalang. Media tersebut juga menjadi media dakwah.
Sunan
Giri (Muhammad 'Ainul Yaqin), mahir hukum, mufti di zamannya dan fatwanya
sangat ditaati, pengaruh beliau sampai pada anak cucunya, diantara keabsahan
para sultan di jawa beliaulah yang melantiknya.
Sultan
Abdul Fatah; 'Alim bijaksana, luas wawasannya dalam kebangsaan, seorang
negarawan, seorang politisi yang sangat rapi dalam mengatur struktur
pemerintahan di zamannya, pengaruh beliau sampai malaka bahkan Turki di zaman
itu.
Syaikh
Ali Zainal Abidin / Qadli Demak; sangat 'Allaamah, kebijakan-kebijakan beliau
dalam syariat sangat dihargai pada waktu itu, beliau sangat sukses dalam
menjaga pemerintahan, keamanan, dan pertahanan nasional.
Sunan
Gunung Jati; Sangat 'Allamah, negarawan, budayawan, ahli strategi yang sangat
mahir, pengaruhnya sangat luarbiasa di kalangan muslim maupun non muslim,
disegani dan dicintai umat, menjadi pelindung umat dan bangsa.
Sunan
Muria; Shulthan al-Auliyaa' fii zamanihi, pembesar ahli thariqah, budayawan,
seniman, ekonom. Pengaruh beliau sangat luar biasa dari semua kalangan
menengah, atas, dan bawah. Pertumbuhan thoriqoh di zamannya mekar. Beliau
pendamai dan sangat disegani dan dicintai umat.
Sunan
Bagus Jeporo (Syaikh Abdul Jalil); Sufi yang faqih, pengendali dari bentuk
gejolak yang akan membawa perpecahan sehingga tumbuh kedamaian dan ketentraman.
Syaikh Abdul Jalil ini bukan Syaikh Abdul Jalil yang Syaikh Siti Jenar.
Arti Walisongo
Ada
beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan,
yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang
dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana
berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Atau dalam filsafat jawa, dalam tubuh manusia terdapat 9 lubang (telinga 2,
mulut, mata 2, kelamin, dubur, hidung 2, [ada yang menyebut pusar]). Yang
apabila kesembilan lubang itu bisa dijaga dengan kata lain tidak digunakan
untuk hal yang tidak bermanfaat apalagi bermaksiat dan beribadah, maka ALLAH
akan mengakat derajat seorang hamba tersebut.
Dahlan,
KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm
1-2, Surabaya, 1979.
Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad
Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage.
Disampaikan oleh Habib Luthfi Yahya
di ndalem beliau pada hari jumat tanggal 13 April 2012.
Istilah
maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang
pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim
diMasjidil Haram.
van
den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies
arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.
Muljana,
Slamet (14 September 2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya
negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm.. ISBN9799798451163.
Russell
Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centurieswritten
by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School
of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987),
hlm. 423-424.
Paul Ravaisse, L'inscription coufique de Léran à
Java, TBG, 65, 1925, hlm. 668-703.
J.P. Moquette, De oudste Moehammedaansche inscripte
op Java (op de grafsteen te Leran), dalam Verhandelingen van het Eerste Congres
voorde Taal-, Land- en Volkenkunde van Java gehouden te Solo, 25-26 December
1919, Weltevreden, 1919 (1921), hlm 291-399.
Epigrafi dan Sejarah Nusantara: Pilihan Karangan
Louis-Charles Damais, Jakarta, Ecole Francaise d'Extreme Orient, 1995, hlm.
298.
M. Habib Mustopo, Kebudayaan Islam di Jawa Timur:
kajian beberapa unsur budaya masa peralihan, Jendela, 2001.
Makam Fatimah Binti Maimun, www.eastjava.com,
Copyrights © 1998-2012. Diakses 19 Mei 2012.
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara,
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, 2010, ISBN 978-979-9102-12-6, hlm.
75-76.
Hoesein Djajadiningrat, Critische beschouwing van
de Sadjarah Banten. Bijdrage ter kenstelling van de Javaansche
Geschiedschrijving, Haarlem, 1913; terjemahan Indonesia, Tinjauan Kritis
tentang Sejarah Banten, Jakarta, 1983, hlm. 21, 274-278.
Muhammad Yamin, Tatanegara Madjapahit, Jajasan
Prapantja, Djakarta: 1962. Ejaan disesuaikan dengan EYD.
Moquette membaca 495; sedangkan pembacaan oleh
Ravaisse adalah 475, demikian pula sesuai pendapat Tjandrasasmita, Damais,
Lombard, dll.
Claude Guillot & Ludvik Kalus, Inskripsi Islam
tertua di Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, 2008, ISBN
10: 979-910103-4, hlm. 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar