Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Agustus 2013

Sejarah Perkembangan Filsafat


1.    Sejarah Filsafat Masa Yunani
Sejarah filsafat pada masa kuno dimulai dengan munculnya berbagai pemikiran yang mendalam tentang realitas (alam) yang ada ini. Kesadaran ini memang awalnya merupakan renungan semata dari orang-orang yang dianggap bijak. Tetapi yang menarik bahwa renungan tersebut pada akhirnya terumus dalam proposisi-proposisi yang sistematis dan logis. Dari sinilah sejarah filsafat muncul. Dalam catatan sejarah yang ada, sejarah perkembangan filsafat yang ada terutama berasal dari Barat, awal sejarah perkembangan filsafat dimulai dari Milete, di Asia Kecil, sekitar tahun 600 SM.
Kata philosophos mula-mula dikemukakan oleh Heraklitos (540-680 SM). Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan yang luas sebagai pengejawantahan dari kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis atau Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoretis.
Mencintai kebenaran atau pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga ia mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Orang Yunani pada awalnya sangat percaya pada dongeng dan takhyul, tetapi lama kelamaan mereka mampu keluar dar ikungkungan mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosof alam yang pertama mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624-546 SM). Ia digelari ‘Bapak Filsafat’ karena mula-mula ia yang mempertanyakan ‘Apa sebenarnya asal-usul alam semesta ini?’. Pertanyaan ini sangat mendasar, terlepas apapun jawabannya. Namun yang penting adalah pertanyaan itu dijawabnya dengan pendekatan rasio dan bukan dengan pendekatan mitos. Ia mengatakan asal alam adalah air karena air adalah unsur penting bagi setiap makhluk hidup. Air dapat berubah menjadi gas, seperti uap, dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Kemudian muncul Anaximandros (610-540 SM). Ia berpendapat bahwa unsur alam ini tak hanya terdiri dari air saja tapi meliputi segalanya. Termasuk harus ada yang melawannya yaitu api. Ia mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya.
Sedangkan Heraklitos (540-480 SM) memandang bahwa alam semesta selalu dalam keadaan yang berubah; seperti panas yang berubah menjadi dingin atau sebaliknya. Sehingga apabila kita ingin memahami kehidupan kosmos, kita harus menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Segala sesuatu yang saling bertentangan itulah yang dinamakan kebenaran. Ungkapan Heraklitos yang terkenal adalah; ‘Semuanya mengalir dan tak ada yang tinggal mantap.’ Itulah sebabnya ia berpendapat bahwa unsur alam semesta ini adalah api. Api adalah unsur asasi dalam alam.
Filosof alam yang sangat berpengaruh adalah Parmenides (515-440 SM) yang pandangannya bertolak belakang dengan Heraklitos. Menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak, dan tidak berubah. Yang ada itu ada dan inilah satu-satunya kebenaran. Phytagoras (580-500 SM) mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan. Ia berpendapat bahwa unsur utama alam adalah bilangan dan sekaligus menjadi ukuran. Jasa Phytagoras ini sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang berkembang sampai sekarang tergantung pada pendekatan matematika. Galileo menegaskan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika. Matematika dapat menyederhanakan uraian yang panjang dalam bentuk simbol dan matematika merupakan pendekatan ilmiah yang bisa dihitung dengan akurat.
Setelah berakhirnya masa filosof alam, maka muncul masa transisi yaitu penyelidikan fokusnya pada manusia. Kaum Sofis memulai kajian tentang manusia dan menyatakan manusia adalah ukuran kebenaran. Pencetusnya adalah Phytagoras. Ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak ada ukuran yang absolut. Bahkan teori matematika sekalipun tidak memiliki kebenaran yang absolut.
Tokoh lain pada masa ini adalah Gorgias (483-375 SM). Pengaruh positif adanya gerakan kaum Sofis pada masa ini adalah membangkitkan gairah berfilsafat. Mereka mengingatkan filosof bahwa persoalan pokok dalam filsafat bukanlah alam melainkan manusia.
Namun Socrates membantah dan mencoba menemukan kebenaran objektif dengan menggunakan metode yang bersifat praktis melalui percakapan-percakapan. Ia meyakini bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, dasar dari penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri.
Periode setelah Socrates adalah zaman keemasan filsafat Yunani karena kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan manusia. Tokoh yang menonjol adalah Plato (429-347 SM), menurutnya, esensi itu mempunyai realitas dan realitasnya ada di alam idea.
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan dalam satu sistem, logika Aristoteles didasarkan pada analisis bahasa yang disebut Silogisme. Contoh:
-          Semua manusia akan mati (premis mayor)
-          Socrates seorang manusia (premis minor)
-          Socrates akan mati (konklusi)
Filsafat Yunani berakhir setelah Aristoteles menuangkan pikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama berabad-abad sesudahnya sampai filsafat benar-benar tenggelam pada masa Abad Pertengahan.

2.    Sejarah Filsafat Masa Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama Tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi. Namun, filsuf Islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

a)      Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Pengalihan pengetahuan ilmiah dan filsafat Yunani ke dunia Islam, dan penyerapan serta pengintegrasian pengetahuan itu oleh umat Islam merupakan sebuah catatan sejarah yang unik. Dalam sejarah peradaban manusia, amat jarang ditemukan suatu kebudayaan asing yang dapat diterima oleh kebudayaan lain. Kemudian dijadikan landasan bagi perkembangan inteletual dan pemahaman filosofinya. Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia Islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi yaitu mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan seringkali ekstrim, antara pandangan filsafat Yunani, seperti Plato dan Aristoteles dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Diantaranya filosof Islam yang terlibat dalam upaya rekonsiliasi adalah al-Farabi, al-Kindi, sampai Ibnu Rusyd. Usaha mereka pada gilirannya menjadi alat penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filosof Muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan Yunani.
Proses penyampaian filsafat Yunani dalam Islam adalah melalui proses penerjemahan. Proses penerjemahan dan penafsiran buku-buku Yunani di negeri-negeri Arab dimulai pada tahun 641 M. Jauh sebelum umat Islam dapat menaklukkan daerah-daerah di Timur Dekat karena pada saat itu Suriah menjadi tempat bertemunya dua kekuasaan dunia, Romawi dan Persia. Bangsa Suria memainkan peran penting dalam penyebaran kebudayaan Yunani ke Timur dan Barat.
Pada masa ini didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Ariokh, Ephesus, dan Iskandariah, dimana buku Yunani Purba masih dibaca dan diterjemahkan ke ke dalam berbagai bahasa, terutama Siriani, bahkan setelah pusat-pusat itu ditaklukkan oleh umat Islam, pengaruh pemikiran Yunani tetap mendalam dan meluas.

b)      Perkembangan Ilmu pada Masa Islam Klasik
Satu hal yang patut dicatat kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam Islam selanjutnya adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis, tetapi juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam. Pasca terjadinya Fitnah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memiliki aliran teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis. Seperti munculnya aliran Syi’ah, Khawarij, Sunni, Jabariyah, Qadariyah, dan lain sebagainya.
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan Islam adalah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khususnya unsur budaya Perso-Semitik (Zoroastrianisme-khususnya Mazdaisme, serta Yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam. Di satu sisi ia mendukung Jabariyah (pendirinya Jahm ibn Shafwan) dan di sisi lain ia mendukung Qadariyah (antara lain Washil ibn Atha’, pendiri Mu’tazilah). Dari adanya pandangan dikotomis tersebut kemudian muncul usaha menengahi dengan menggunakan argumen-argumen Hellenisme, terutama filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu dilakukan oleh Abul Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellenisme.
Dapat ditarik sebuah hipotesa sementara bahwa pada awal Islam pengaruh Hellenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan Islam sudah sedemikian kental. Sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itu pun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.

c)      Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan kekuasaan Islam, terutama pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang pesat dan sangat maju. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama daerah-daerah yang berada di sekitar wilayah kekuasaan masih berada pada masa kegelapan peradaban (Dark Age).
Al-Mansur, al-Ma’mun, dan Harun al-Rasyid merupakan nama-nama dari khalifah Abbasiyah yang memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahun pada masanya. Pada masa pemerintahan al-Ma’mun, proses penerjemahan karya-karya filosof Yunani ke dalam bahasa Arab berkembang dengan pesat. Pada masa Harun al-Rasyid, penerjemahan terus berlangsung. Harun memerintah Yahya bin Musawaih, seorang dokter istana, untuk menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran. Kemudian berkembang pula ilmu astronomi seperti buku risalah India berjudul Siddhanta yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim al-Fazari dan buku terjemahan tersebut selanjutnya dikembangkan oleh al-Khawarizmi.
Berlanjut ke masa pemerintahan al-Ma’mun, beliau berhasil membangun sebuah perpustakaan sebagai pusat pengembangan riset ilmu pengetahuan, observatorium, perpustakaan, dan pusat penerjemahan yang terkenal dengan nama Bait al-Hikmah. Salah satu seorang transliter terkenal pada masa ini adalah Hunain yang berjasa menerjemahkan buku-buku Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonuis, dan Archimedes. Kemudian lahir tokoh ahli filsafat yang bergelut secara serius dalam kajian diluar filsafat. Seperti Ibnu Sina yang mengembangkan corak pemikiran filsafatnya dalam ilmu matematika, psikologi, zoologi, geologi, botani, geometri, astronomi, dan sebagainya. Disusul kemudian keberhasilan tokoh-tokoh lain seperti al-Kindi, ar-Razi, dan lain-lain.
Pada masa ini, sejarah juga mencatat perkmbangan ilmu tafsir dan ilmu hadits. Perkembangan ilmu hadits dimulai sejak Imam Syafi’i menyusun kitabnya (abad ke-3 Hijriyah). Selain itu ilmu fiqh dan ushul fiqh juga mengalami perkembangan hingga sampai sekarang ini.

d)      Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Abad ke-18 dalam sejarah Islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat Islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban Islam secara universal. Seperti yang diungkapkan oleh Lothrop Stoddard, bahwa menjelang abad ke-18, dunia Islam telah merosot ke tingkat yang terendah. Islam tampaknya sudah mati dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan takhayul yang merendahkan martabat umatnya. Ia menyatakan, bahwa seandainya Nabi Muhammad hidup kembali pasti beliau akan mengutuk umatnya sebagai kaum yang murtad dan musyrik.
Pernyataan Stoddard ini menggambarkan betapa dahsyatnya proses kejatuhan peradaban dan tradisi keilmuan Islam sebagai bangsa yang dijajah oleh Bangsa Barat.

3.    Sejarah Filsafat Masa Barat (Pertengahan)
Filsafat Masa Barat (Filsafat Kristen) mulanya disusun oleh bapa gereja untuk menghadapi tantangan jaman di Abad Pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam jaman kegelapan (Dark Age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian dan ahli masalah agama.
Corak filsafatnya bersifat Apologetis dan beruapaya memadukan anatar agama dan filsafat, dengan cara (1) membuang ajaran agama yang tidak rasional dan memolesnya dengan rasio, (2) memberikan warna pemikiran filsafat Yunani dengan keyakinan Kristen. Masa filsafat kristen terbagi menjadi dua, yaitu; Masa Patristik merupakan ranah filosof teolog (pendeta bapa), yaitu sekelompok filosof kristen yang pola pemikirannya didominasi oleh keyakinan terhadap ajaran kristen secara rasional. Patrisme terbagi menjadi dua, yaitu; Patrisme Timur (Alexandria) dan Patrisme Barat (Roma).

Filosof Patrisme Timur
Klemens (150-215 M), melakukan upaya pemaduan agama dan filsafat dengan menyatakan bahwa (1) untuk non-kristen, keberadaan filsafat mengantarkan seseorang pada pemahaman injil. Karenanya filsafat dimaknai sama dengan hukum Taurat Yahudi, (2) untuk kristen, keberadaan filsafat menjadi instrumen pengenal Tuhan, karenanya filsafat merupakan sumber pengetahuan dan Tuhan adalah sumber segala sesuatu. Konsep iman (pistis) merupakan sesuatu yang penting bagi seorang kristiani, namun perlu didukung oleh gnosis (pengetahuan) yang memiliki pendekatan pengetahuan yang berbeda. Pistis bersumber pada wahyu sedangkan gnosis bersumber pada akal.  

Filosof Patrisme Barat
Tertalianus (160-222 M), berusaha menjauhkan antara agama, filsafat, sekaligus menolak kebenaran filsafat. Baginya, kebenaran wahyu telah mencukupi bagi orang kristiani sehingga tidak memerlukan lagi kebenaran filsafat. Ia tidak menolak metode rasionalistik sejauh tidak melemahkan keyakinan agama. Tuhan bersifat antropomorfis, memberi rupa Tuhan sebagaimana makhluk secara fisik dengan menyatakan ‘baik Allah maupun jiwa mempunyai tubuh, yaitu berbentuk halus seperti uap yang tembus pandang.’ Aurelius Agustinus (354-430 M), menyatakan bahwa agama dan filsafat memiliki hubungan yang sangat erat. Meski ajaran agama dan filsafat tidak bertentangan, namun kebenaran agamalah yang paling tinggi, sehingga fungsi filsafat hanyalah untuk mengokohkan keyakinan keagamaan. Menolak aliran Skeptisisme karena dianggap sebagai orang yang mengalami pertentangan batin.
Berikutnya Masa Skolastik merupakan gerakan filsafat dan keagamaan yang mengadakan sintesa antara akal, budi, dengan keimanan. Menggunakan metode Dispotatia, yaitu membandingkan antara yang pro dan kontra. Tokohnya yaitu Anselmus (1033-1109 M) yang menyatakan bahwa iman dan pengetahuan harus selalu dipadukan, sehingga mampu menjembatani antara pengetahuan yang berdasarkan akal budi dengan pengetahuan atas dasar wahyu. Kedudukan wahyu menduduki posisi utama kemudian logos (pengetahuan). Peranan akal atau filsafat adalah untuk pendalaman pengetahuan tentang Tuhan dan segala objek pikiran. Albertus Agung (1206-1280 M), menyatakan bahwa teologi dan filsafat harus dibedakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kebenaran teologi (iman) hanya berdasarkan perasaan tanpa akal, sedangkan filsafat berdasarkan akal semata. Namun demikian, keduanya memiliki titik singgung, yaitu sama-sama merumuskan dan membicarakan kebenaran. Thomas Aquinas (1225-1274 M), menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua, (1) pengetahuan insani yang diperoleh melalui akal manusia dengan pemikiran filsafat dalam hal-hal yang sifatnya alami, (2) pengetahuan teologis, yang diperoleh melalui informasi wahyu yang menjangkau hal-hal yang berada diluar alam bendawi atau sesuatu yang tidak terjangkau akal manusia. Argumentasi tentang keberadaan Tuhan (1) di alam empiris terdapat hal-hal yang mungkin ada, (2) di dalam kehidupan selalu ada tingkatan tentang yang baik dan yang buruk, (3) diantara makhluk Tuhan terdapat ciptaan yang tidak berakal, tapi memiliki kekuatan sehingga dapat beradaptasi dengan kehidupannya, (4) adanya sebab di dunia ini menyebabkan adanya akibat, dan (5) adanya gerak mengharuskan adanya yang menggerakkan.
Sebab kemunduran filsafat Kristen,
1)      Dominasi agama kristen yang tidak memberikan ruang gerak bagi kegiatan filsafat,
2)      Pengembangan ilmu pengetahuan mengalami tekanan yang luar biasa dari pihak gereja dan kerajaan,
3)      Pengebirian dan tekanan terhadap para filosof dan ilmuwan dalam bentuk penyiksaan dan pembunuhan, dan
4)      Pelarangan segala bentuk aktifitas kefilsafatan dan keilmiahan oleh gereja dan kerajaan karena dianggap mendiskriditkan nama gereja dan raja.

DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amtsal, Prof. Dr. M.A.. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN SA Press.
Arif, Moch. Choirul. 2011. Pengantar Filsafat Ilmu untuk Fakultas Dakwah. Surabaya: IAIN SA Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar