PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zakat menurut arti secara bahasa arab
adalah penumbuhan, pensucian, barakah dan pujian. Dinamakan zakat karena sesuai
dengan tujuan dari kewajiban zakat itu sendiri, karena harta akan tumbuh dan
bertambah jika dikeluarkan zakatnya. Dan berkah sebab do’a orang yang berhak
mendapatkan-nya. Serta mensucikannya dari dosa, dan zakat memujinya dengan
penyaksian-nya nanti dihari kiamat akan kebenaran imannya
Adapaun
secara syara’ adalah mengeluarkan hal tertentu (binatang ternak, emas, perak,
dan lain lain.) dengan cara tertentu (sesuai syariat) yang diberika kepada
orang yang tertentu (8 golongan)
al-Ma’din, secara bahasa berasal dari kata al-‘adn yang berarti
al-iqâmah. Dan inti segala sesuatu adalah ma’din-nya. Sedangkan menurut
pengertian syar’i, ialah segala sesuatu yang keluar dari bumi yang tercipta
dalam perut bumi dari sesuatu yang lain yang memiliki nilai.
Emas dan perak adalah tambang yang baik, Allah telah menitipkan
kepada kita dengan segala bentuk manfaat yang ada didalamnya yang tidak
terdapat pada aneka tambang lain. Karena kelangkaan dan keindahan nya, serta
sebagai alat dalam tukar menukar yang telah ada pada sejak dahulunya. Syari’at
memandang emas dan perak dengan pandangan tersendiri, dan mengibaratkannya
sebagai suatu kekayaan alam yang hidup. Syari’at mewajibkan zakat keduanya jika
berbentuk uang atau leburan logam, dan juga jika berbentuk bejana, souvenir.
Oleh karena itu kami sebagai pemakalah akan mengulas lebih lanjut pembahasan
tentang zakat emas, perak dan barang tambang pada bab selanjutnya
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Zakat Tambang
Yang
dimaksudkan dengan tambang disini ialah menggali bumi dengan tujuan
mengeluarkan barang-barang berharga yang diciptakan oleh Allah di dalamnya
seperti emas, perak, timah, per dan lain lain
Ibnu Athir menyebut dalam an-Nihaya bahwa al-Ma’aadin berarti
tempat dari mana kekayaan bumi seperti emas, perak, dan tembaga keluar. Bentuk
tunggalnya adalah ma’din. Ibnu Humam mengatakan dalam al-Fath bahwa ma’din berasal
dari ‘and yang berarti menetap. Tetapi arti ma’din sesungguhnya adalah tempat
yang diakitkan pengertiannya dengan kediaman, kemudian lebih popular dipakai
untuk menunjuk benda-benda di sana sini ditempatkan oleh Allah di atas bumi
pada waktu bumi diciptakan.
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam al-Muqhni suatu defenisi yang tepat
untuk ma’din, yaitu suatu pemberian bumi yang terbentuk dari benda lain tetapi
berharga. Contohnya: emas, perak, timah, besi, intan, batu permata, akik, dan
batu bara. Demikian pula barang tambang cair seperti ter, minyak bumi balerang,
dan lain-lain yang sejenisnya.
Hukum yang berlaku atas harta kekayaan yang lain yang dikeluarkan
dari perut bumi yaitu barang-barang tambang yang diletakkan oleh Allah SWT
dalam tanah dan manusia diajarkan berbagai macam cara untuk mengeluarkannya,
sehingga manusia dapat membuat dan membedakannya dalam bentuk emas, perak,
tembaga, besi, timah, balerang, minyak bumi, ter, atau garam yang mencakup
barang cair dan padat.
2.2 Dalil Wajibnya Zakat Tambang
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ
تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
2.3 Barang Tambang Emas dan Perak
Barang tambang yang paling utama adalah emas dan perak. Selain
nilainya yang paling berharga jenis tambang ini mungkin merupakan salah satu
barang tambang yang paling lama dimanfaatkan manusia. Emas dan perak dipandang
sebagai benda yang mempunyai nilai tersendiri dalam masyarakat. Emas dan perak
dibuat untuk berbagai macam perhiasan, terutama emas untuk kaum wanita
disamping perhiasan yang dipakai sehari-hari, seperti cincin, kalung, gelang,
dan lain-lain, juga dibuat untuk perhiasan lainnya seperti bejana, ukir-ukiran
dan souvenir-sovenir.
Sejak jaman Rasulullah emas dan perak berfungsi sebagai alat tukar
menukar barang sebagaimana fungsi uang di zaman sekarang. Nilai emas yang
stabil dan jumlahnya yang terbatas menjadikan emas sangat cocok untuk
menjalankan fungsi uang. Seiring dengan waktu dan mobilitas manusia yang
semakin berkembang, maka uang yang menggunakan emas pemakaiannya menjadi tidak
efisien, oleh karena itu uang emas kemudian sudah tidak bisa digunakan kembali,
sebagai gantinya uang di zaman sekarang menggunakan bahan kertas. Oleh karena itu
emas di zaman Rasulullah yang berfungsi
sebagai uang, sekarang hampir sudah
tidak berfungsi lagi, walaupun kenyataannya dalam skala makro emas masih
berfungsi sebagai penstabil nilai mata uang nasional. Oleh karena itu ada pergeseran fungsi emas
dan perak pada masyarakat yang pada zaman Rasulullah berfungsi sebagai uang dan
sekarang berfungsi sebagai harta kekayaan biasa.
Dasar hukum zakat emas dan perak disebutkan didalam surat at-Taubah
ayat 34 – 35:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ
الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ
.عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى
بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ
فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
Ayat tersebut juga diperkuat oleh hadis Rasulullah SAW:
“Tiada
bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, untuk mengeluarkan
zakatnya, melainkan pada hari kiamat ia didudukkan di atas padang batu yang
lebar dalam neraka, dibakar di dalam jahannam, disetrika dengannya lambung,
kening, dan punggungnya. Setiap hari padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal
serupa) untuk jangka waktu lima puluh ribu tahun, hingga sesesai pengadilan umat
semuanya, kemudian diperlihatkan kepadanya jalannya, apakah ke surga atau ke
neraka.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mundzir, Abu Hatim, dan Mardhawaihi)
Ancaman tersebut tertuju kepada orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat emas dan perak (uang).
Setelah melihat dua dasar Al-Quran dan Sunnah diatas, maka para
ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib
dikeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang disimpan (bukan
perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya.
2.4 Barang Tambang Selain Emas dan Perak
Mengenai barang tambang non emas dan perak yang wajib dikeluarkan
zakatnya terdapat perbedaan pendapat
a) Iman Abbu Hanifah
berpendapat bahwa barang tambang yang pengolahannya menggunakan api dikenakan
zakatnya.
b) Imam Syafi’i berpendapat
bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya emas dan perak saja, sedangkan yang
lainnya, seperti besi, tembaga, timah, Kristal, batu bara dan permata-permata lainnya, seperti
yakut, akik, firuz zamrud, dan lain-lainnya tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
c) Imam Hambali
berpendapat bahwa semua barang tambang wajib dikeluarkakn zakatnya, dan tidak
ada perbedaan antara yang diolah dengan api dan yang tidak diolah dengan api.
Demikian pula pendapat mazhab Zaid bin Ali Baqir dan Shadiq dari golongan
Syi’ah.
Pendapat Imam Hambali dan ulama-ulama yang sependapat dengan dia
lebih kuat bila ditinjau dari dengan perspektif bahwa barang-barang tambang itu
adalah merupakan harta kekayaan. Disamping itu, ihtiyat (Kehati-hatian) dalam
soal seperti ini sangat penting, supaya jangan sampai terjadi, harta yang
dimiliki itu belum bersih benar, karena dikhawatirkan masih ada hak orang lain
dalam kekayaan yang diperoleh dari hasil tambang itu.
Pandangan Islam mengenai harta kekayaan, bahwa harta itu milik
Allah SWT. Harta yang merupakan hak milik-Nya itu, kemudian diberikan kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya untuk dibelanjakan pada jalan-Nya. Islam
menetapkan segala yang dimiliki manusia adalah amanah yang dipercayakan Allah
kepada manusia untuk mengolah dan mengembangkannya sehingga dapat memberi
manfaat dan kesejahteraan bersama.
Harta dalam dan kepemilikannya dalam syariat Islam tidak semata
sebagai wujud material yang bernilai temporal yang dapat dimiliki dan digunakan
secara bebas tanpa batas, tetapi ia mempunyai dimensi moral dan sakral yang
akan dipertanggungjawabkan kepada pemilik mutlaknya, yaitu Allah SWT. Yang
telah menetapkan fungsi-fungsi dan ketentuan-ketentuan yang solid. Oleh karena
itu barang tambang sebagai harta harus dipergunakan dan difungsikan secaran
optimal dan maksimal yang mana salah satunya melalui zakat.
2.5
Syarat Mengeluarkan Zakat Tambang
Barang
tambang yang digali sekaligus harus memenuhi nisab begitu juga yang digali
secara terus-menerus , tidak terputus karena diterbengkalaikan. Semua hasil
tambang yang digali secara terus-menerus harus digabung untuk memenuhi nisab.
Jika penggalian itu terputus karena suatu hal yang timbul dengan tiba-tiba,
seperti reparasi peralatan atau berhentinya tenaga kerja, maka semua itu tidak
memengaruhi keharusan menggabungkan semua hasil galian. Bila galian itu
terputus karena beralih profesi, karena pertambangan sudah tidak mengandung
barang tambang yang cukup atau sebab lain, maka hal ini memengaruhi penggabungan
yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini harus diperhatikan nisab ketika
dimulai kembali penggalian baru.
Empat imam madzab sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun
untuk zakat barang tambang, kecuali menurut salah satu pendapat Syafi’i. Mereka
juga sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun untuk zakat barang temuan.
Mereka juga sepakat bahwa untuk barang tambang diperlukan nisab,
kecuali menurut Hanafi yang berpendapat: tidak perlu nisab bagi barang tambang,
melainkan atas jumlah sedikit ataupun banyak wajib dizakati sebesar 20%. Ia
mewajibkan zakat atas segala jenis tambang, jelasnya semua barang yang keluar
dari tanah yang mempunyai nilai ekonomis, wajib dikenakan zakat apabila sudah
mencapai satu nisab, yaitu seharga 20 dinar atau 200 dirham. Ia tidak
mensyaratkan setahun. Pendapat ini merupakan pendapat yang lebih baik di antara
pendapat yang lainnya, berdasarkan keumuman ayat 267 S.2 Al-Baqarah:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Para imam madzab berbeda pendapat tentang besarnya zakat yang
dikeluarkan atas barang tambang. Hanafi dan Hambali: besarnya adalah 2,5%.
Maliki dalam pendapatnya yang paling masyhur: besarnya adalah 2,5%. Sedangkan
Syafi’i mempunyai dua pendapat dan pendapat yang paling shahih besarnya adalah:
2,5%.
Empat imam madzab berbeda tentang orang-orang yang boleh menerima
zakat barang tambang. Hanafi: diberikan kepada orang yang berhak mendapat harta
fa’i (harta rampasan dari musuh Islam tanpa peperangan), jika barang tambang
tersebut diperoleh di tanah yang dikenai pajak atas tanah yang dikenai zakat
sebesar 10%. Sedangkan, jika didapatkan dari pekarangan rumahnya sendiri maka
tidak ada zakatnya. Maliki dan Hambali: diberikan kepada orang yang berhak
menerima harta fa’i. Syafi’i: diberikan kepada orang yang berhak menerima
zakat.
Tabel Zakat Tambang :
No.
|
Jenis Tambang
|
Nisab
|
Kadar Zakat
|
Waktu Penyerahan
|
Keterangan
|
1
|
Tambang emas
|
senilai 91,92 gram emas murni
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
|
2
|
Tambang perak
|
Senilai 642 gram perak
|
2,5%
|
Tiap tahun
|
|
3
|
Tambang selain emas dan perak, seperti
platina, besi, timah, tembaga, dsb.
|
Senilai nisab emas
|
2,5%
|
Ketika memperoleh
|
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I,
wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan).
Menurut mazhab Hanafi, kadar zakatnya 20 %
|
4
|
Tambang batu-batuan, seperti batu bara,
marmer, dsb.
|
Senilai nisab emas
|
2,5 Kg
|
Ketika memperoleh
|
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan
Syafi’I, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat
perdagangan).
|
5
|
Tambang minyak gas
|
Senilai nisab emas
|
2,5 Kg
|
Ketika memperoleh
|
Sda.
|
2.6 Aplikasi Zakat Barang Tambang di Indonesia
Zakat sebagai ibadah praktis yang langsung dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, demikian halnya keadilan social secara
praktis obyek utamanya meningkatkan kesejahteraan dan status golongan dhua’afa
dalam masyarakat. Keadilan social menuntut agar setiap individu dalam suatu
komunitas dapat hidup secara terhormat tanpa ada tekanan dan halangan, mampu
memanfaatkan potensi dan kekayaannya sesuai dengan apa yang berfaedah bagi diri
dan masyarakatnya sehingga dapat berkembang secara produktif.
Zakat yang dinyatakan sebagai hak fakir miskin juga merupakan hak
masyarakat. Orang kaya yang berhasil mengumpulkan harta kekayaannya sebenarnya
hal ini tidak mungkin terwujud tanpa andil, bantuan dan partisipasi orang lain,
baik langsung maupun tidak langsung terutama dari golongan dhu’afa.
Di Indonesia zakat secara umum sudah ditangani lembaga-lembaga amil
zakat non pemerintah seperti tamziz, dan lain-lain. Sedangkan untuk zakat
barang tambang belum bisa diberdayakan karena barang tambang pada umumnya
secara pengelolaan dimiliki oleh pemerintah melalui perusahaan perusahaan BUMN
(Misalkan Pertamina pada pertambangan minyak bumi) atau perusahaan swasta yang
bekerjasama dengan pemerintah (Misalkan PT. Freeport pada pertambangan emas di
Papua) Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Ayat 3
yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”, Oleh karena itu setiap pengelolaan barang tambang di Indonesia
ditangani langsung oleh pemerintah.
Dengan demikian kita sukar untuk membicarakan zakatnya, namun
apabila ada pengusaha-pengusaha muslim yang mendapat kesempatan untuk mengolah
tambang apapun namanya, hendaknya memerhatikan masalah zakat hasil barang
tambang tersebut. Umpamanya usaha patungan antara swasta (pengusaha muslim) dan
pemerintah, setelah dibagi hasilnya harus diperhitungkan zakatnya, tidak hanya
pajaknya saja. Apalagi sekiranya usaha itu sepenuhnya dikuasai oleh swasta itu,
zakat dan pajak harus dibayar. Sebab zakat kaitannya dengan perintah Allah,
sedangkan pajak kaitannya dengan Negara.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat Hasil Tambang dikenakan untuk setiap barang hasil dari
penambangan yang dilakukan. Barang hasil tambang yang dikenal pada masa
sekarang sebagian belum dikenal pada masa Rasulullah. Pada masa Rasulullah
pembahasan zakat atas barang tambang hanya ditetapkan pada 2 macam, yaitu emas
dan perak, itupun atas dasar keduanya menjalankan fungsi uang dan harta
kekayaan. Sedangkan zakat pada barang-barang tambang selain emas dan perak
tidak ada penjelasan hadisnya. Dan hal ini sudah lama menjadi pembahasan para
ulama fikih. para ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai
mata uang, wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang
disimpan (bukan perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya. Mengenai
barang tambang non emas dan perak dengan perspektif bahwa barang-barang tambang
itu adalah merupakan harta kekayaan maka barang tambang wajib dikeluarkan
zakatnya.
Persentase wajibnya adalah seperlima (20%) menurut madzhab Hanafi,
sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Dalam pertambangan itu wajib zakat
seperlimanya.” (Al-Jama’ah). Yang termasuk dalam rikaz adalah pertambangan.
Menurut jumhurul ulama telah sepakat mengenai barang tambang emas dan perak
wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Sedangkan pada zakat barang tambang
non emas dan perak terjadi perbedaan pendapat. Kesimpulannya perbedaan pendapat
berkisar antara 1/5 (20%) dan 1/40 (2,5%) dan Yusuf Zardlawi memilih jalan yang
tidak begitu mencolok perbedaannya, yaitu 1/10 (10%) bila tidak memerlukan
biaya besar. Jadi sama dengan zakat hasil pertanian yang sama-sama dihasilkan
dari bumi (di atas dan di dalam bumi).
Jumhurul fuqaha mensyaratkan nishab untuk zakat pertambangan, yaitu
ketika yang digali sudah mencapai nilai satu nishab uang. Dan menurut Abu
Hanifah tidak ada batas nishab pertambangan, dan dikeluarkan seperlimanya,
berapapun yang diperoleh.
Tidak disyaratkan masa setahun menurut mayoritas ulama, akan tetapi
wajib dikeluarkan zakat seketika dihasilkan tambang itu.
Sedangkan yang mewajibkan zakat seperlimanya mengatakan,
sesungguhnya bahan tambang itu diperlakukan sebagaimana perlakuan al-fai (harta
yang diperoleh dari musuh tanpa perang), sedangkan yang mewajibkannya 2,5%
memperlakukannya dengan perlakuan zakat penuh.
Untuk
aplikasi dan aktualisasi di masyarakat, zakat barang tambang belum bisa
diberdayakan karena barang tambang pada umumnya secara pengelolaan dimiliki
oleh pemerintah. Namun apabila dikelola oleh pengusaha muslim, perusahaan
barang tambang sangat berpotensi untuk bisa membayar zakat.
3.2 Saran
Idealnya
suatu harta berupa emas maupun perak wajib untuk dizakatkan. Namun dalam
melaksanakan zakat emas dan perak serta barang tambang haruslah ada
ketentuan-ketentuan yang harus dilihat baik dari segi bentuk-bentuknya, maupun
dari segi nisabnya. Untuk itu penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan berfikir kita dalam hal zakat emas dan perak serta barang
tambang. Penulis harap dapat bermanfaat bagi kita semua walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa masih ada kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Baharun Segaf Hasan, Bagaimanakan Anda Menunaikan Zakat dengan benar?,
Bangil: Yayasan Pondok Pesantren Darullughoh Wadda’wah 1426 H
Qardawi Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesian. 2007
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 1999)
Hadi Permono Sjechul, Sumber-Sumber Penggalian Zakat, Jakarta: Pustaka
Firdaus. 1994
Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Prerss,
Jakarta: 2002
Mafhiduddin, Didin, dkk, Problematika Zakat Kontemporer, Forum Zakat,
Jakarta: 2003
Hasbi Ash Shiddieqy Muhammad, Pedoman Zakat, Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra. 1999
bagaimana pengelolaan barang tambang masa abu bakar ash siddiq?
BalasHapus