Total Tayangan Halaman

Senin, 11 November 2013

Zakat Tambang


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Zakat menurut arti secara bahasa arab adalah penumbuhan, pensucian, barakah dan pujian. Dinamakan zakat karena sesuai dengan tujuan dari kewajiban zakat itu sendiri, karena harta akan tumbuh dan bertambah jika dikeluarkan zakatnya. Dan berkah sebab do’a orang yang berhak mendapatkan-nya. Serta mensucikannya dari dosa, dan zakat memujinya dengan penyaksian-nya nanti dihari kiamat akan kebenaran imannya

Adapaun secara syara’ adalah mengeluarkan hal tertentu (binatang ternak, emas, perak, dan lain lain.) dengan cara tertentu (sesuai syariat) yang diberika kepada orang yang tertentu (8 golongan)

al-Ma’din, secara bahasa berasal dari kata al-‘adn yang berarti al-iqâmah. Dan inti segala sesuatu adalah ma’din-nya. Sedangkan menurut pengertian syar’i, ialah segala sesuatu yang keluar dari bumi yang tercipta dalam perut bumi dari sesuatu yang lain yang memiliki nilai.

Emas dan perak adalah tambang yang baik, Allah telah menitipkan kepada kita dengan segala bentuk manfaat yang ada didalamnya yang tidak terdapat pada aneka tambang lain. Karena kelangkaan dan keindahan nya, serta sebagai alat dalam tukar menukar yang telah ada pada sejak dahulunya. Syari’at memandang emas dan perak dengan pandangan tersendiri, dan mengibaratkannya sebagai suatu kekayaan alam yang hidup. Syari’at mewajibkan zakat keduanya jika berbentuk uang atau leburan logam, dan juga jika berbentuk bejana, souvenir. Oleh karena itu kami sebagai pemakalah akan mengulas lebih lanjut pembahasan tentang zakat emas, perak dan barang tambang pada bab selanjutnya




PEMBAHASAN

2.1 Definisi Zakat Tambang

Yang dimaksudkan dengan tambang disini ialah menggali bumi dengan tujuan mengeluarkan barang-barang berharga yang diciptakan oleh Allah di dalamnya seperti emas, perak, timah, per dan lain lain

Ibnu Athir menyebut dalam an-Nihaya bahwa al-Ma’aadin berarti tempat dari mana kekayaan bumi seperti emas, perak, dan tembaga keluar. Bentuk tunggalnya adalah ma’din. Ibnu Humam mengatakan dalam al-Fath bahwa ma’din berasal dari ‘and yang berarti menetap. Tetapi arti ma’din sesungguhnya adalah tempat yang diakitkan pengertiannya dengan kediaman, kemudian lebih popular dipakai untuk menunjuk benda-benda di sana sini ditempatkan oleh Allah di atas bumi pada waktu bumi diciptakan.

Ibnu Qudamah menyebutkan dalam al-Muqhni suatu defenisi yang tepat untuk ma’din, yaitu suatu pemberian bumi yang terbentuk dari benda lain tetapi berharga. Contohnya: emas, perak, timah, besi, intan, batu permata, akik, dan batu bara. Demikian pula barang tambang cair seperti ter, minyak bumi balerang, dan lain-lain yang sejenisnya.

Hukum yang berlaku atas harta kekayaan yang lain yang dikeluarkan dari perut bumi yaitu barang-barang tambang yang diletakkan oleh Allah SWT dalam tanah dan manusia diajarkan berbagai macam cara untuk mengeluarkannya, sehingga manusia dapat membuat dan membedakannya dalam bentuk emas, perak, tembaga, besi, timah, balerang, minyak bumi, ter, atau garam yang mencakup barang cair dan padat.




2.2 Dalil Wajibnya Zakat Tambang

 أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

2.3 Barang Tambang Emas dan Perak

Barang tambang yang paling utama adalah emas dan perak. Selain nilainya yang paling berharga jenis tambang ini mungkin merupakan salah satu barang tambang yang paling lama dimanfaatkan manusia. Emas dan perak dipandang sebagai benda yang mempunyai nilai tersendiri dalam masyarakat. Emas dan perak dibuat untuk berbagai macam perhiasan, terutama emas untuk kaum wanita disamping perhiasan yang dipakai sehari-hari, seperti cincin, kalung, gelang, dan lain-lain, juga dibuat untuk perhiasan lainnya seperti bejana, ukir-ukiran dan souvenir-sovenir.

Sejak jaman Rasulullah emas dan perak berfungsi sebagai alat tukar menukar barang sebagaimana fungsi uang di zaman sekarang. Nilai emas yang stabil dan jumlahnya yang terbatas menjadikan emas sangat cocok untuk menjalankan fungsi uang. Seiring dengan waktu dan mobilitas manusia yang semakin berkembang, maka uang yang menggunakan emas pemakaiannya menjadi tidak efisien, oleh karena itu uang emas kemudian sudah tidak bisa digunakan kembali, sebagai gantinya uang di zaman sekarang menggunakan bahan kertas. Oleh karena itu emas di zaman Rasulullah  yang berfungsi sebagai uang, sekarang  hampir sudah tidak berfungsi lagi, walaupun kenyataannya dalam skala makro emas masih berfungsi sebagai penstabil nilai mata uang nasional.  Oleh karena itu ada pergeseran fungsi emas dan perak pada masyarakat yang pada zaman Rasulullah berfungsi sebagai uang dan sekarang berfungsi sebagai harta kekayaan biasa.


Dasar hukum zakat emas dan perak disebutkan didalam surat at-Taubah ayat 34 – 35:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ .عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُ

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.

Ayat tersebut juga diperkuat oleh hadis Rasulullah SAW:
Tiada bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya, untuk mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat ia didudukkan di atas padang batu yang lebar dalam neraka, dibakar di dalam jahannam, disetrika dengannya lambung, kening, dan punggungnya. Setiap hari padam, maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa) untuk jangka waktu lima puluh ribu tahun, hingga sesesai pengadilan umat semuanya, kemudian diperlihatkan kepadanya jalannya, apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mundzir, Abu Hatim, dan Mardhawaihi)

Ancaman tersebut tertuju kepada orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat emas dan perak (uang).

Setelah melihat dua dasar Al-Quran dan Sunnah diatas, maka para ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang disimpan (bukan perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya.

2.4 Barang Tambang Selain Emas dan Perak

Mengenai barang tambang non emas dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya terdapat perbedaan pendapat

a)    Iman Abbu Hanifah berpendapat bahwa barang tambang yang pengolahannya menggunakan api dikenakan zakatnya.

b)  Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya emas dan perak saja, sedangkan yang lainnya, seperti besi, tembaga, timah, Kristal, batu  bara dan permata-permata lainnya, seperti yakut, akik, firuz zamrud, dan lain-lainnya tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

c)    Imam Hambali berpendapat bahwa semua barang tambang wajib dikeluarkakn zakatnya, dan tidak ada perbedaan antara yang diolah dengan api dan yang tidak diolah dengan api. Demikian pula pendapat mazhab Zaid bin Ali Baqir dan Shadiq dari golongan Syi’ah.

Pendapat Imam Hambali dan ulama-ulama yang sependapat dengan dia lebih kuat bila ditinjau dari dengan perspektif bahwa barang-barang tambang itu adalah merupakan harta kekayaan. Disamping itu, ihtiyat (Kehati-hatian) dalam soal seperti ini sangat penting, supaya jangan sampai terjadi, harta yang dimiliki itu belum bersih benar, karena dikhawatirkan masih ada hak orang lain dalam kekayaan yang diperoleh dari hasil tambang itu.

Pandangan Islam mengenai harta kekayaan, bahwa harta itu milik Allah SWT. Harta yang merupakan hak milik-Nya itu, kemudian diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya untuk dibelanjakan pada jalan-Nya. Islam menetapkan segala yang dimiliki manusia adalah amanah yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk mengolah dan mengembangkannya sehingga dapat memberi manfaat dan kesejahteraan bersama.

Harta dalam dan kepemilikannya dalam syariat Islam tidak semata sebagai wujud material yang bernilai temporal yang dapat dimiliki dan digunakan secara bebas tanpa batas, tetapi ia mempunyai dimensi moral dan sakral yang akan dipertanggungjawabkan kepada pemilik mutlaknya, yaitu Allah SWT. Yang telah menetapkan fungsi-fungsi dan ketentuan-ketentuan yang solid. Oleh karena itu barang tambang sebagai harta harus dipergunakan dan difungsikan secaran optimal dan maksimal yang mana salah satunya melalui zakat.

2.5 Syarat Mengeluarkan Zakat Tambang

Barang tambang yang digali sekaligus harus memenuhi nisab begitu juga yang digali secara terus-menerus , tidak terputus karena diterbengkalaikan. Semua hasil tambang yang digali secara terus-menerus harus digabung untuk memenuhi nisab. Jika penggalian itu terputus karena suatu hal yang timbul dengan tiba-tiba, seperti reparasi peralatan atau berhentinya tenaga kerja, maka semua itu tidak memengaruhi keharusan menggabungkan semua hasil galian. Bila galian itu terputus karena beralih profesi, karena pertambangan sudah tidak mengandung barang tambang yang cukup atau sebab lain, maka hal ini memengaruhi penggabungan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini harus diperhatikan nisab ketika dimulai kembali penggalian baru.

Empat imam madzab sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun untuk zakat barang tambang, kecuali menurut salah satu pendapat Syafi’i. Mereka juga sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun untuk zakat barang temuan.

Mereka juga sepakat bahwa untuk barang tambang diperlukan nisab, kecuali menurut Hanafi yang berpendapat: tidak perlu nisab bagi barang tambang, melainkan atas jumlah sedikit ataupun banyak wajib dizakati sebesar 20%. Ia mewajibkan zakat atas segala jenis tambang, jelasnya semua barang yang keluar dari tanah yang mempunyai nilai ekonomis, wajib dikenakan zakat apabila sudah mencapai satu nisab, yaitu seharga 20 dinar atau 200 dirham. Ia tidak mensyaratkan setahun. Pendapat ini merupakan pendapat yang lebih baik di antara pendapat yang lainnya, berdasarkan keumuman ayat 267 S.2 Al-Baqarah:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Para imam madzab berbeda pendapat tentang besarnya zakat yang dikeluarkan atas barang tambang. Hanafi dan Hambali: besarnya adalah 2,5%. Maliki dalam pendapatnya yang paling masyhur: besarnya adalah 2,5%. Sedangkan Syafi’i mempunyai dua pendapat dan pendapat yang paling shahih besarnya adalah: 2,5%.

Empat imam madzab berbeda tentang orang-orang yang boleh menerima zakat barang tambang. Hanafi: diberikan kepada orang yang berhak mendapat harta fa’i (harta rampasan dari musuh Islam tanpa peperangan), jika barang tambang tersebut diperoleh di tanah yang dikenai pajak atas tanah yang dikenai zakat sebesar 10%. Sedangkan, jika didapatkan dari pekarangan rumahnya sendiri maka tidak ada zakatnya. Maliki dan Hambali: diberikan kepada orang yang berhak menerima harta fa’i. Syafi’i: diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat.

Tabel Zakat Tambang :
No.
Jenis Tambang
Nisab
Kadar Zakat
Waktu Penyerahan
Keterangan
1
Tambang emas
senilai 91,92 gram emas murni
2,5%
Tiap tahun
2
Tambang perak
Senilai 642 gram perak
2,5%
Tiap tahun
3
Tambang selain emas dan perak, seperti platina, besi, timah, tembaga, dsb.
Senilai nisab emas
2,5%
Ketika memperoleh
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan). Menurut mazhab Hanafi, kadar zakatnya 20 %
4
Tambang batu-batuan, seperti batu bara, marmer, dsb.
Senilai nisab emas
2,5 Kg
Ketika memperoleh
Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan).
5
Tambang minyak gas
Senilai nisab emas
2,5 Kg
Ketika memperoleh
Sda.

2.6 Aplikasi Zakat Barang Tambang di Indonesia

Zakat sebagai ibadah praktis yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, demikian halnya keadilan social secara praktis obyek utamanya meningkatkan kesejahteraan dan status golongan dhua’afa dalam masyarakat. Keadilan social menuntut agar setiap individu dalam suatu komunitas dapat hidup secara terhormat tanpa ada tekanan dan halangan, mampu memanfaatkan potensi dan kekayaannya sesuai dengan apa yang berfaedah bagi diri dan masyarakatnya sehingga dapat berkembang secara produktif.

Zakat yang dinyatakan sebagai hak fakir miskin juga merupakan hak masyarakat. Orang kaya yang berhasil mengumpulkan harta kekayaannya sebenarnya hal ini tidak mungkin terwujud tanpa andil, bantuan dan partisipasi orang lain, baik langsung maupun tidak langsung terutama dari golongan dhu’afa.

Di Indonesia zakat secara umum sudah ditangani lembaga-lembaga amil zakat non pemerintah seperti tamziz, dan lain-lain. Sedangkan untuk zakat barang tambang belum bisa diberdayakan karena barang tambang pada umumnya secara pengelolaan dimiliki oleh pemerintah melalui perusahaan perusahaan BUMN (Misalkan Pertamina pada pertambangan minyak bumi) atau perusahaan swasta yang bekerjasama dengan pemerintah (Misalkan PT. Freeport pada pertambangan emas di Papua) Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Ayat 3 yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, Oleh karena itu setiap pengelolaan barang tambang di Indonesia ditangani langsung oleh pemerintah.

Dengan demikian kita sukar untuk membicarakan zakatnya, namun apabila ada pengusaha-pengusaha muslim yang mendapat kesempatan untuk mengolah tambang apapun namanya, hendaknya memerhatikan masalah zakat hasil barang tambang tersebut. Umpamanya usaha patungan antara swasta (pengusaha muslim) dan pemerintah, setelah dibagi hasilnya harus diperhitungkan zakatnya, tidak hanya pajaknya saja. Apalagi sekiranya usaha itu sepenuhnya dikuasai oleh swasta itu, zakat dan pajak harus dibayar. Sebab zakat kaitannya dengan perintah Allah, sedangkan pajak kaitannya dengan Negara.




PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zakat Hasil Tambang dikenakan untuk setiap barang hasil dari penambangan yang dilakukan. Barang hasil tambang yang dikenal pada masa sekarang sebagian belum dikenal pada masa Rasulullah. Pada masa Rasulullah pembahasan zakat atas barang tambang hanya ditetapkan pada 2 macam, yaitu emas dan perak, itupun atas dasar keduanya menjalankan fungsi uang dan harta kekayaan. Sedangkan zakat pada barang-barang tambang selain emas dan perak tidak ada penjelasan hadisnya. Dan hal ini sudah lama menjadi pembahasan para ulama fikih. para ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang disimpan (bukan perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya. Mengenai barang tambang non emas dan perak dengan perspektif bahwa barang-barang tambang itu adalah merupakan harta kekayaan maka barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya.

Persentase wajibnya adalah seperlima (20%) menurut madzhab Hanafi, sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Dalam pertambangan itu wajib zakat seperlimanya.” (Al-Jama’ah). Yang termasuk dalam rikaz adalah pertambangan. Menurut jumhurul ulama telah sepakat mengenai barang tambang emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Sedangkan pada zakat barang tambang non emas dan perak terjadi perbedaan pendapat. Kesimpulannya perbedaan pendapat berkisar antara 1/5 (20%) dan 1/40 (2,5%) dan Yusuf Zardlawi memilih jalan yang tidak begitu mencolok perbedaannya, yaitu 1/10 (10%) bila tidak memerlukan biaya besar. Jadi sama dengan zakat hasil pertanian yang sama-sama dihasilkan dari bumi (di atas dan di dalam bumi).

Jumhurul fuqaha mensyaratkan nishab untuk zakat pertambangan, yaitu ketika yang digali sudah mencapai nilai satu nishab uang. Dan menurut Abu Hanifah tidak ada batas nishab pertambangan, dan dikeluarkan seperlimanya, berapapun yang diperoleh.

Tidak disyaratkan masa setahun menurut mayoritas ulama, akan tetapi wajib dikeluarkan zakat seketika dihasilkan tambang itu.

Sedangkan yang mewajibkan zakat seperlimanya mengatakan, sesungguhnya bahan tambang itu diperlakukan sebagaimana perlakuan al-fai (harta yang diperoleh dari musuh tanpa perang), sedangkan yang mewajibkannya 2,5% memperlakukannya dengan perlakuan zakat penuh.

Untuk aplikasi dan aktualisasi di masyarakat, zakat barang tambang belum bisa diberdayakan karena barang tambang pada umumnya secara pengelolaan dimiliki oleh pemerintah. Namun apabila dikelola oleh pengusaha muslim, perusahaan barang tambang sangat berpotensi untuk bisa membayar zakat.

3.2 Saran

Idealnya suatu harta berupa emas maupun perak wajib untuk dizakatkan. Namun dalam melaksanakan zakat emas dan perak serta barang tambang haruslah ada ketentuan-ketentuan yang harus dilihat baik dari segi bentuk-bentuknya, maupun dari segi nisabnya. Untuk itu penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan berfikir kita dalam hal zakat emas dan perak serta barang tambang. Penulis harap dapat bermanfaat bagi kita semua walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kekurangannya.



DAFTAR PUSTAKA


Baharun Segaf Hasan, Bagaimanakan Anda Menunaikan Zakat dengan benar?, Bangil: Yayasan Pondok Pesantren Darullughoh Wadda’wah 1426 H
Qardawi Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesian. 2007
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1999)
Hadi Permono Sjechul, Sumber-Sumber Penggalian Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus. 1994
Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Prerss, Jakarta: 2002
Mafhiduddin, Didin, dkk, Problematika Zakat Kontemporer, Forum Zakat, Jakarta: 2003
Hasbi Ash Shiddieqy Muhammad, Pedoman Zakat, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1999




1 komentar:

  1. bagaimana pengelolaan barang tambang masa abu bakar ash siddiq?

    BalasHapus