BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah
shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa
thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang
akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus
mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri
terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
Tujuan
1. Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah
2. Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN THAHAROH
Thaharah berartin “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah
bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan
mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan
menghilangkan najis.
Atau thaharah juga dapat diartikan melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah
melaksanakan shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri
dari hadas dan najis dengan air.
Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara
menghilangkannya harus dicuci dengan airsuci dan mensucikan.
DALIL-DALIL THAHARAH
Dalil-dalil tentang thaharah, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين . (البقرة : 122)
Artinya : sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
bersuci. (Al-Baqarah : 122).
عن ابي سعيد الخدرى "الطهور شطْرُ الإيْمَان"
(رواه المسلم)
Artinya: Kebersihan
itu sebagian dari iman
عن مُصْعَب بن سَعْدٍ, قال: دخل عبد الله بن عمر على ابن
سعوده وهو مريض فقال: الا تدعو الله لي, يا ابن عمر؟ قال: إنّي سمعتُ رسول الله
صلى الله عليه وسلّم, يقول: لا تقبل الصلاة بغير طهورٍ, ولا صدقة منْ غلولٍ وكنت
على البصرة.
Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk
ibnu amir yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau
mendo’akan aku, hai ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar
Rasulullah SAW. Bersabda: “Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula
sedekah dari hasil korupsi”. Sedang kamu adalah penguasa bashrah”.
TUJUAN THAHARAH
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya:
1. Guna
menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2. Sebagai
syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
Nabi Saw bersabda:
“Allah tidak menerima shalat seorang diantara kalian jika ia
berhadas, sampai ia wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya
Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci : firman-Nya, yang artinya
: “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan
dirinya”.(Al-Baqarah:122)
Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta
pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam
aktifitas ibadah seorang hamba.
Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki
keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah
juga membantu seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan
ibadah-ibadah kepada Alloh. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia
sedang menghadap kepada Alloh, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa
siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka
diwajibkanlah wudhu sebelum sholat karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan
dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan
sholat.
PEMBAGIAN THAHARAH
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang
besar yaitu: Taharah Hakiki dan Taharah Hukmi.
1. Thaharah
Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh
dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari
najis. Seseorang yang shalat yang memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing tidak sah shalatnya. Karena ia tidak terbebas dari ketidak sucian
secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang
menempel baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibaadah ritual,
caranya bermacam-macam tergantuk level kenajisannya.bila najis itu ringan cukup
dengan memercikan air saja, maka najis itu dianggap sudah lenyap, bila najis
itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila
najis itu pertengahan, disucikan dengan cara, mencusikanya dengan air biasa
hingga hilang warna najisnya, dan juga hilang bau najisnya dan hilang
rasa najisnya.
2. Thaharah
Hukmi.
الحكميه هي التى تجاوز محل ما ذكر فى غسل الأعضاء عن
الحدث فإنّ محل السبب الفرج. مثلا خرج منه خارج
Seseorang yang tidak batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada
kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara
berwudhu, bila ia ingin melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan
lain-lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
membersihkannya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru,
dia tetap belum dikatakan suci dari hadas besar hingga selesai dari mandi
janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana
secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya
tidak suci untuk melakukan ibadah ritual. Thaharah secara hukmi dilakukan
dengan cara wudhu atau mandi janabah.
ALAT-ALAT YANG
DIGUNAKAN UNTUK BERTHAHARAH
1. Air
2. Debu
3. Batu, kertas, daun, kayu yang bersih dan tidak terpakai
KLASIFIKASI AIR DAN
PENGGUNAANYA DALAM BERSUCI
1. Air mutlak (air yang suci lagi
mensucikan)
Tidak boleh dan tidak sah mengangkat hadas dan menghilangkan najis
melainkan dengan air mutlak.
Air mutlak itu ada 7 jenis, yaitu:
1. Air
hujan
2. Air
laut
3. Air
sungai
4. Air
sumur
5. Air
yang bersumber (dari mata air)
6. Air
es
7. Air
embun.
Ketahuilah tidak sah berwudu dengan fardhu, mandi wajib, mandi sunnat,
menghilangkan najis dengan benda cair seperti cuka atau benda beku lainnya
seperti tanah dalam bertayamum ..
Air mutlak mempunyai
tiga sifat , yaitu :
1) Tha’mun
(Rasa)
2) Launun
(Warna)
3) Rihun
(Bau)
Dan kalau dikatakan air itu berubah maka yang dimaksudkan ialah berubah
sifatnya, air mutlak itu terkadang berubah rasanya, warnanya, atau baunya sebab
dimasuki oleh sesuatu benda dan benda yang masuk kedalam air itu kadang-kadang
mukhlath dan kadang-kadang mujawir,
Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat sebagian mereka mengatakan “
Al-mukhtalat itu ada yang tidak dapat diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan “Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat
dibedakan air menurut pandangan mata”.
Kalau air berubah dengan sesuatu benda yang mujawir yang, cendana, minyak
bunga-bungaan, kapur barus yang keras, maka air itu masih dianggap suci yang
dapat dipakai untuk ber bercuci, sekalipun banyak perubahannya. Karena
perubahan yang sesuatu mujawir itu, ia akan menguap jua. Karena itu air yang
seperti ini dinamakan air yang mutlak, ban dingannya air yang berubah
karena diasapkan dengan dupa atau berubaah baunya karena berdekatan
dengan bangkai. Maka air yang seperti ini masih dianggap air yang suci
dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik berubah sifatnya.[8]
2. Air suci tidak mensucikan
air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci lainnya (seperti
teh, kopi, dan sirup)[9]. Misalnya juga dengan sabun, tepung, dan
lain-lain yang biasanya terpisah dengan air. Hukumnya tetap menyucikan selama
kemutlakan nya masih terpelihara, jika sudah tidak, hingga tidak dapat lagi
dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci pada dirinya sendiri, tidak
menyucikan bagi lainnya.[10]
3. Air Mutlak yang Makruh memakainya
(air yang suci lagi mensucikan tetapi makruh memakainya)
Air yang makruh memakainya menurut hokum syara’ atau juga dinamakan kahariyatut
tanzih ada delapan macam , yaitu:
1. Air
yang sangat panas
2. Air
yang sangat dingin
3. Air
yang berjemur
4. Air
di negeri Tsamud selain dari air sumur naqah
5. Air
di negeri kaum Luth
6. Air
telaga Barhut
7. Air
didaerah Babel dan
8. Air
ditelaga Zarwan
4. Air musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas dipakai (dipakai berwudhu atau
mencuci najis) atau air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau
najis, kalau memang tidak berubah dan tidak bertambah timbangannya. Jadi airnya
suci.
5. Air yang terkena najis
Air najis adalah air yang kemasukan benda najis dan air itu kurang dua
kolah, atau air itu ada dua kolah tetapi berubah. Maksudnya air yang
kemasukan benda najis didalamnya, andai kata air tersebut hanya tertulari bau
busuk dari najis yang dibuang dipinggirnya maka air yang demikian ini tidak
najis, sebab tidak bertemu langsung dengan najisnya. Dan yang dimaksud dengan
berubah andai kata air yang banyak tersebut tidak berubah dengan adanya najis
atau najisnya hanya sedikit dan hancur dalam air maka air yang demikian ini
juga tidak najis. Dan seluruh air itu boleh digunakan menurut mazhab yang
shahih.
Peringatan:
Ada satu macam air lagi ialah : suci dan mensucikan tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghashab/mencuri, mengambil tanpa izin.
Ada satu macam air lagi ialah : suci dan mensucikan tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghashab/mencuri, mengambil tanpa izin.
WUDLU, MANDI, DAN
TAYAMMUM
1. WUDLU
Menurut lughat ( bahasa
), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah
syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula-mula
wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian
kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats.
2. MANDI
Menurut lughat, mandi
di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu.
Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan
nia.
3. TAYAMMUM
Tayammum menurut lughat
yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan
tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan .
Macam thaharah yang
boleh di ganti dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat
dalam surat al- maidah ayat 6 , yang artinya “ … dan jika kamu junubmaka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air ( kakus ) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik ( bersih ) “.
SYARAT, RUKUN, DAN
WAJIB WUDLU
SYARAT WUDLU
Syarat-syarat Wudlu’
ialah:
1. Islam
2. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik
buruknya sesuatu pekerjaan.
3. Tidak berhadas besar;
4. Dengan air suci lagi mensucikan;
5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air
sampai ke anggota wudlu’, misalnya getah, cat dan sebagainya;
6. Mengetahui man yang wajib (fardlu) dan
mana yang sunat.
RUKUN WUDLU
Fardu (rukun) wudlu:
1. Niat.
Lafazh niat wudlu’
ialah:
“NAWAITUL WUDLUU-A
LIRAF’IL HADATSIL ASHGHARI FARDLAN LILLAAHI TA’AALA.”
Artinya:
“Aku niat berwudlu’
untuk menghilangkan hadas kecil, fardlu karena Allah.”
2. Membasuh muka.
3. Membasuh kedua tangan sampai kesiku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua
mata kaki.
WAJIB WUDLU
1. Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6
yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan
sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan ( basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
2. Hadits Rasul SAW
لا يقبل الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ
Yang artinya “ Allah
tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ (
HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
SUNNAH WUDLU
1. Membaca basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahim) pada permulaan berwudlu’.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
3. Berkumur-kumur.
4. Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
4. Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
5. Menyapu seluruh kepada dengan air.
6. Mendahulukan anggota kanan daripada
kiri.
7. Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
8. Menigakalikan membasuh.
9. Menyela-nyela jari-jari tangan dan
kaki.
10. Membaca do’a sesudah wudlu’.
YANG MEMBATALKAN WUDLU
1. Keluar
sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau keluar angin dan sebagainya
2. Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk
dan tidur nyenyak
3. Tersentuh
kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai
tutup, (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikah)
4. Tersentuh
kemaluan (qubul atau dubur) dengan tapak tangan atau jari-jarinya yang tidak
memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri)
MANDI WAJIB
Untuk melakukan mandi
janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
1. Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan
itu tergantung dari niatnya.
2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
Menghilangkan najis
dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian,
bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak
ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan
mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun
bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air
tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
Seluruh badan harus
rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun
yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem,
pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku
dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah
mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.
SEBAB-SEBAB WAJIB MANDI
Sebab-sebab mandi wajib
ada enam :, tiga diantaranya sering terjadi pada laki-laki dan prempuan, dan
tiga lagi khusus pada perempuan saja, yaitu :
1.
Bersetubuh, baik keluar
mani maupun tidak
Sabda Nabi : “ Apabila
dua yang dihitam bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun
tidak keluar mani (HR. MUslim)
2. Keluar mani, baik keluarnya karena
bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau bukan. Sabda Nabi :” Dari Ummi
salamah, sesungguhnya Ummi sulaim telah bertanya kepada Rasululah SAW, Ya
Rasululah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak, Apakah
perempuan mandi apabila bermimpi? Jawab beliau ,Ya (wajib atas mandi), apabila
ia melihat air ( artinya keluarnya mani) Sepakat Ahli Hadits.
Hadits lain : Dari
Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, mengenai
perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi. Jawab Nabi , Ia tidak wajib
mandi sehingga keluar maninya sebagaimana laki-laki tidka wajib mandi apabila
tidak keluar mani (HR. Annasai dan Ahmad)
3. Mati.
Orang Islam yang mati fardhu kifayah bagi muslim yang hidup untuk
memandikannya.
Hadits Nabi : Dari
Ibnu Abbas sesungguhnya Rasululah saw telah berkata tentang orang yang
berihram yang terlempar dari punggung untanya hingga ia meninggal , beliau
berkata ” Mandikanlah di olehmu dengan air daun bidara. (HR. Bukhari dan
Muslim)
4. Perempuan yang berhenti haid
5. Seorang wanita yang telah bernofas
6. Melahirkan
SUNNAH-SUNNAH MANDI
1. Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan
2. Membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”
pada permulaan mandi
3. Menghadap kiblat sewaktu mandi dan
mendahulukan bagian kanan daripada kiri
4. Membasuh badan sampai tiga kali
5. Membaca do’a sebagaimana membaca do’a
sesudah berwudlu’
6. Mendahulukan
mengambil air wudlu’, yakni sebelum mandi disunnatkan berwudlu’ lebih dahulu
LARANGAN BAGI ORANG
YANG SEDANG JUNUB
Bagi mereka yang sedang
berjunub, yakni mereka yang masih berhadats besar tidak boleh melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Melaksanakan shalat
2. Melakukan thawaf di
Baitullah
3. Memegang Kitab Suci
Al-Qur’an
4. Membawa/mengangkat
Kitab Al-Qur’an
5. Membaca Kitab Suci
Al-Qur’an
6. Berdiam diri di
masjid
LARANGAN BAGI ORANG
YANG SEDANG HAID
Mereka yang sedang haid dilarang melakukan seperti tersebut di atas dan ditambah larangan sebagai berikut:
1. Bersenang-senang
dengan apa yang antara pusat dan lutut
2. Berpuasa baik sunat
maupun fardlu
3. Dijatuhi talaq
(cerai)
PENGERTIAN TAYAMMUM
Arti Definisi /
Pengertian Tayamum
Tayamum adalah
pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih
digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan
alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan
tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus
boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan
tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang
sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air
daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas
hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah
dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa
menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap
melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan
air.
RUKUN TAYAMMUM
1. Niat Tayamum.
2. Menyapu muka dengan debu atau tanah.
3. Menyapu kedua tangan dengan debu atau
tanah hingga ke siku.
HAL YANG MEMBOLEHKAN
TAYAMMUM
1. Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada
air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah.
Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara
mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya atau membelinya.
Dan sebagaimana yang
telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk
bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan
lain-lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol
yang dijual di pinggir jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur.
Bila sudah diusahakan
dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak
berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan.
2. Sakit
Kondisi yang lainnya
yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati wudhu` adalah bila
seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit
dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya. Tidak boleh terkena air itu
karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh
sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter
atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk
bertayammum.
3. Suhu Yang Sangat Dingin
Dalam kondisi yang
teramat dingin dan menusuk tulang, maka menyentuh air untuk berwudhu adalah
sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak kecil.
Maka bila seseorang tidak mampu untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun
dengan mengeluarkan uang, dia dibolehkan untuk bertayammum.
Di beberapa tempat di
muka bumi, terkadang musim dingin bisa menjadi masalah tersendiri untuk
berwudhu`, sebab jangankan menyentuh air, sekadar tersentuh benda-benda di
sekeliling pun rasanya amat dingin. Dan kondisi ini bisa berlangsung beberapa
bulan selama musim dingin. Tentu saja tidak semua orang bisa memiliki alat
pemasan air di rumahnya. Hanya kalangan tertentu yang mampu memilikinya.
Selebihnya mereka yang kekurangan dan tinggal di desa atau di wilayah yang
kekurangan, akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu` di musim dingin.
Maka pada saat itu bertayammum menjadi boleh baginya.
4. Air Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya
bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun
bila untuk mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun
termasuk yang membolehkan tayammum.
Misalnya takut bila dia
pergi mendapatkan air, takut barang-barangnya hilang, atau beresiko nyawa bila
mendapatkannya. Seperti air di dalam jurang yang dalam yang untuk
mendapatkannya harus turun tebing yang terjal dan beresiko pada nyawanya. Atau
juga bila ada musuh yang menghalangi antara dirinya dengan air, baik musuh itu
dalam bentuk manusia atau pun hewan buas. Atau bila air ada di dalam sumur
namun dia tidak punya alat untuk menaikkan air. Atau bila seseorang menjadi
tawanan yang tidak diberi air kecuali hanya untuk minum.
5. Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak
mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun jumlahnya tidak mencukupi. Sebab
ada kepentingan lain yang jauh lebih harus didahulukan ketimbang untuk wudhu`.
Misalnya untuk menyambung hidup dari kehausan yang sangat. Bahkan para ulama
mengatakan meski untuk memberi minum seekorr anjing yang kehausan, maka harus
didahulukan memberi minum anjing dan tidak perlu berwudhu` dengan air. Sebagai
gantinya, bisa melakukan tayammum dengan tanah.
6. Karena Takut Habisnya Waktu
Dalam kondisi ini, air
ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau. Namun masalahnya adalah waktu
shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan untuk mendaptkan air, diperkirakan
akan kehilangan waktu shalat. Maka saat itu demi mengejar waktu shalat,
bolehlah bertayammum dengan tanah.
TATA CARA TAYAMMUM
Tata Cara / Praktek
Tayamum :
1. Membaca basmalah
2. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke
debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
3. Angkat
kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel,
tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
4. Niat
tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya
niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).
5. Mengusap telapak tangan ke muka secara
merata
6. Bersihkan debu yang tersisa di telapak
tangan
7. Ambil
debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan
hingga debu melekat.
8. Angkat
kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi
tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
9. Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke
tangan kiri
NAJIS
Pengertian Najis
Najis adalah sesuatu
yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat (baik) dan
selalu menjaga diri darinya. Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran
manusia dan kencing- maka harus dibersihkan.
Perlu dibedakan antara
najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat.
Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit,
sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Ketika
seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (baca: jima’), ia dalam
keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil.
Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena
najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi.
Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda
tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan najis ini
Macam-Macam Najis
Najis ialah suatu benda
yang kotor menurut syara’, misalnya:
1. Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
2. Darah
3. Nanah
4. Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
3. Nanah
4. Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
5. Anjing dan babi
6. Minuman keras seperti arak dan
sebagainya
7. Bagian
anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi
masih hidup.
Pembagian Najis :
Najis itu dapat dibagi 3 bagian:
1. Najis
Mukhaffafah (ringan) : ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun
dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2. Najis
Mughallazhah (berat) : ialah najis anjing dan babi dan keturunannya.
3. Najis
Mutawassithah (sedang) : ialah najis yang selain dari dua najis tersebut diatas,
seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang,
kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal
dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan
ikan serta belalang.
Najis mutawassithah
dibagi menjadi dua:
1. Najis ‘ainiyah : ialah najis yang
berujud, yakni yang nampak dapat dilihat
2. Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
2. Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara Menghilangkan
Najis
1. Barang
yang kena najis mughalladhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7
kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2. Barang yang terkena najis mukhaffafah,
cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3. Barang
yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara di basuh sekali, asal
sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara
tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiyah
cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi
Najis yang Dimaafkan
(Ma’fu)
Najis yang dimanfaatkan artinya tak usah dibasuh/dicuci, misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.
Adapun tikus atau cecak yang jatuh ke dalam minyak atau makanan yang beku, dan ia mati di dalamnya, maka makanan yang wajib dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang itu, ialah makananatau minyak yang dikenainya itu saja. Sedang yang lain boleh dipakai kembali. Bila minyak atau makanan yang dihinggapinya itu cair, maka semua makanan atau minyak itu hukumnya najis. Karena yang demikian itu tidak dapat dibedakan mana yang kena najis dan mana yang tidak.
Istinja’
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti kencing dan berak, wajib disucikan dengan air hingga bersih.
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti kencing dan berak, wajib disucikan dengan air hingga bersih.
Adab Buang Air
1. Jangan di tempat yang terbuka
2. Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang
lain
3. Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan
memaksa
4. Kalau terpaksa buang air di tempat
terbuka, hendaknya jangan menghadap kiblat
5. Jangan membawa dan membaca kalimat
Al-Qur’an
FUNGSI DAN HIKMAH THAHARAH DALAM KEHIDUPAN
1.
FUNGSI THAHARAH DALAM KEHIDUPAN
Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari keimanan.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantaiasa hidup
bersih, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Adapun yang
perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan adalah kebersihan lingkungan
tempat tinggal, lingkungan sekolah, tempat ibadah, dan tempat umum.
1. Menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal. Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan
rohani saja, tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di
antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah,
ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah
tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga
dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih,
rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-iman kepada
Allah.
2. Menjaga kebersihan
lingkungan sekolah. Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar,
sekaligus tempat bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan
nyaman sangat mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu,
para siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding, lantai, meja,
kursi, dan hiasan yang ada.
3. Di
samping membersihkan ruang kelas, yang tidak kalah pentingnya adalah
membersihkan lingkungan sekolah, karena kelancaran dan keberhasilan
pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan sekolah, kenayamaan di dalam
kelas, tata ruang yang sesuai, keindahan taman sekolah, serta para pendidik
yang disiplin. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga keber-sihan, baik di
rumah maupun di sekolah, agar kita betah serta terhindar dari berbagai penyakit.
4. Menjaga kebersihan
lingkungan tempat ibadah. Kita mengetahui bahwa tempat ibadah – masjid,
mushalla, atau langgar – adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam
mengajarkan untuk merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan
ketenang-an, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau di
sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyuan dalam beribadah kalau
temaptnya terawatt dengan baik, dan orang yang merawatnya akan mendapatkan
pahala di sisi Allah.
5. Dengan demikian,
kita akan terpanggil untuk selalu menjaga kebersihan ling kungan tempat ibadah
di sekitar kita. Apabila orang Islam sendiri menga-baikan kebersihan, khususnya
di tempat-tempat ibadah, ini berarti tingkat keimanan mereka belum seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam.
6. Menjaga
kebersihan lingkungan tempat umum Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat
umum dalam ajaran Islam memiliki nilai lebih besar daripada memelihara
kebersihan di lingkungan tempat tinggal sendiri, karena tempat umum
dimanfaatkan oleh orang banyak.
2. HIKMAH THAHARAH DALAM KEHIDUPAN
1. Thaharah termasuk tuntunan fitrah.
Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan
membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
2. Memelihara kehormatan dan harga diri.
Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan,
agar orang muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah
kawan-kawannya
3. Memelihara kesehatan.
Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai
penyakit, karena penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan
membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki
sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran
akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit
4. Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci.
Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang
bersuci.
BAB III
KESIMPULAN
Thaharah merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Alloh kepada
hamba sebelum melakukan ibadah yang lain. Thaharah hanya dilakukan dengan
sesuatu yang suci dan dapat menyucikan. Thaharah juga menunjukan bahwa
sesungguhnya islam sangat menghargai kesucian dan kebersihan sehingga diwajibkan
kepada setiap muslim untuk senantiasa menjaga kesucian dirinya, hartanya serta
lingkungannya. Hal ini dibuktikan dengan bab thaharah adalah bab pertama yang
dibahas dalam setiap kitab fiqih yang ada.
Waullahu ‘Alam
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Moch, Fiqih
Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987
H.
Muqarrabin, Fiqih awam, Demak: Cv. Media Ilmu,
1997,
Mushtafa, Abid
Bishri, Tarjamah Shahih Muslim, Semarang: CV Asy-Syifa, 1993
Al-Gazzi Ibnu
Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar
Al-Fikr, 2005
Hasan bin Ahmad bin
Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil
Mufidah, Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006
Abu Bakar Imam
Taqiyuddin, Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, Surabaya:
Bina Imam, 2003
Muhammad Arsyad
Al-Banjari Syekh, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar