Total Tayangan Halaman

Minggu, 28 Juli 2013

Tentang, Bersuci, Najis, dan Cara Membersihkannya

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.



Tujuan
1.         Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah
2.         Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.  
  
BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN THAHAROH

Thaharah berartin “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas  dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.                                        
Atau thaharah juga dapat diartikan melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.
Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus  dicuci dengan airsuci dan mensucikan.

DALIL-DALIL THAHARAH

Dalil-dalil tentang thaharah, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين . (البقرة : 122)
Artinya : sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci. (Al-Baqarah : 122).
عن ابي سعيد الخدرى "الطهور شطْرُ الإيْمَان" (رواه المسلم)
 Artinya: Kebersihan itu sebagian dari iman


عن مُصْعَب بن سَعْدٍ, قال: دخل عبد الله بن عمر على ابن سعوده وهو مريض فقال: الا تدعو الله لي, يا ابن عمر؟ قال: إنّي سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلّم, يقول: لا تقبل الصلاة بغير طهورٍ, ولا صدقة منْ غلولٍ وكنت على البصرة.

Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau mendo’akan aku, hai ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang kamu adalah penguasa bashrah”.


TUJUAN THAHARAH

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya:
1.      Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2.      Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
Nabi Saw bersabda:
 “Allah tidak  menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci : firman-Nya, yang  artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya”.(Al-Baqarah:122)
Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang hamba.
Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah juga membantu seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada Alloh. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Alloh, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum sholat karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.





PEMBAGIAN THAHARAH

Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar yaitu: Taharah Hakiki dan Taharah Hukmi.

1.      Thaharah Hakiki

Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan,  pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh  dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seseorang yang shalat yang memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing tidak sah shalatnya. Karena ia tidak terbebas dari ketidak sucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibaadah ritual, caranya bermacam-macam tergantuk level kenajisannya.bila najis itu ringan cukup dengan memercikan air saja, maka najis itu dianggap sudah lenyap, bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara, mencusikanya dengan air biasa hingga hilang warna najisnya, dan juga hilang bau najisnya dan hilang  rasa najisnya.

2.      Thaharah Hukmi.

الحكميه هي التى تجاوز محل ما ذكر فى غسل الأعضاء عن الحدث فإنّ محل السبب الفرج. مثلا خرج منه خارج
Seseorang yang tidak batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu, bila ia ingin melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan lain-lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah membersihkannya  dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadas besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ibadah ritual. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan cara wudhu atau mandi janabah.

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK BERTHAHARAH

1. Air
2. Debu
3. Batu, kertas, daun, kayu yang bersih dan tidak terpakai

KLASIFIKASI AIR DAN PENGGUNAANYA DALAM BERSUCI
           
1.      Air mutlak (air yang suci lagi mensucikan)
Tidak boleh dan tidak sah mengangkat hadas dan menghilangkan najis melainkan dengan air mutlak.
Air mutlak itu ada 7 jenis, yaitu:
1.      Air hujan
2.      Air laut
3.      Air sungai
4.      Air sumur
5.      Air yang bersumber (dari mata air)
6.      Air es
7.      Air embun.

Ketahuilah tidak sah berwudu dengan fardhu, mandi wajib, mandi sunnat, menghilangkan najis dengan benda cair seperti cuka atau benda beku lainnya seperti tanah dalam bertayamum ..

Air mutlak mempunyai tiga sifat , yaitu :
1)      Tha’mun (Rasa)
2)      Launun (Warna)
3)      Rihun (Bau)

Dan kalau dikatakan air itu berubah maka yang dimaksudkan ialah berubah sifatnya, air mutlak itu terkadang berubah rasanya, warnanya, atau baunya sebab dimasuki oleh sesuatu benda dan benda yang masuk kedalam air itu kadang-kadang mukhlath dan kadang-kadang mujawir,

Menurut istilah, para ulama berbeda pendapat sebagian mereka mengatakan “ Al-mukhtalat itu ada yang tidak dapat diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan “Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat dibedakan  air menurut pandangan mata”.

Kalau air berubah dengan sesuatu benda yang mujawir yang, cendana, minyak bunga-bungaan, kapur barus yang keras, maka air itu masih dianggap suci yang dapat dipakai untuk ber bercuci, sekalipun banyak perubahannya. Karena perubahan yang sesuatu mujawir itu, ia akan menguap jua. Karena itu air yang seperti ini dinamakan air yang mutlak, ban  dingannya air yang berubah karena diasapkan dengan dupa atau berubaah baunya karena berdekatan dengan  bangkai. Maka air yang seperti ini masih dianggap air yang suci dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik berubah sifatnya.[8]

2.      Air suci tidak mensucikan

air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci lainnya (seperti teh, kopi, dan sirup)[9]. Misalnya juga dengan sabun, tepung, dan lain-lain yang biasanya terpisah dengan air. Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakan nya masih terpelihara, jika sudah tidak, hingga tidak dapat lagi dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci pada dirinya sendiri, tidak menyucikan bagi lainnya.[10]


3.      Air Mutlak yang Makruh memakainya (air yang suci lagi mensucikan tetapi makruh memakainya)

Air yang makruh memakainya menurut hokum syara’ atau juga dinamakan kahariyatut tanzih ada delapan macam , yaitu:

1.      Air yang sangat panas
2.      Air yang sangat dingin
3.      Air yang berjemur
4.      Air di negeri Tsamud selain dari air sumur naqah
5.      Air di negeri kaum Luth
6.      Air telaga Barhut
7.      Air didaerah Babel dan
8.      Air ditelaga Zarwan

4.      Air musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas dipakai (dipakai berwudhu atau  mencuci najis) atau air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis, kalau memang tidak berubah dan tidak bertambah timbangannya. Jadi airnya suci.

5.      Air  yang terkena najis
Air najis adalah air yang kemasukan benda najis dan air itu kurang dua kolah, atau air itu ada dua kolah tetapi berubah. Maksudnya air yang kemasukan benda najis didalamnya, andai kata air tersebut hanya tertulari bau busuk dari najis yang dibuang dipinggirnya maka air yang demikian ini tidak najis, sebab tidak bertemu langsung dengan najisnya. Dan yang dimaksud dengan berubah andai kata air yang banyak tersebut tidak berubah dengan adanya najis atau najisnya hanya sedikit dan hancur dalam air maka air yang demikian ini juga tidak najis. Dan seluruh air itu boleh digunakan menurut mazhab yang shahih.

Peringatan:

Ada satu macam air lagi ialah : suci dan mensucikan tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghashab/mencuri, mengambil tanpa izin.

WUDLU, MANDI, DAN TAYAMMUM

1.     WUDLU
Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats.



2.     MANDI
Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan nia.

3.     TAYAMMUM
Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan .
Macam thaharah yang boleh di ganti dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat al- maidah ayat 6 , yang artinya “ … dan jika kamu junubmaka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik ( bersih ) “.

SYARAT, RUKUN, DAN WAJIB WUDLU

SYARAT  WUDLU
Syarat-syarat Wudlu’ ialah:
1.      Islam
2.      Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan.
3.      Tidak berhadas besar;
4.      Dengan air suci lagi mensucikan;
5.      Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota wudlu’, misalnya getah, cat dan sebagainya;
6.      Mengetahui man yang wajib (fardlu) dan mana yang sunat.




RUKUN WUDLU

Fardu (rukun) wudlu:
1.      Niat.
Lafazh niat wudlu’ ialah:
“NAWAITUL WUDLUU-A LIRAF’IL HADATSIL ASHGHARI FARDLAN LILLAAHI TA’AALA.”
Artinya:
“Aku niat berwudlu’ untuk menghilangkan hadas kecil, fardlu karena Allah.”
2.         Membasuh  muka.
3.         Membasuh kedua tangan sampai kesiku.
4.         Menyapu sebagian kepala.
5.         Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki.

WAJIB WUDLU
1.          Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
2.          Hadits Rasul SAW
لا يقبل الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ
Yang artinya “ Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )


SUNNAH WUDLU

1.         Membaca basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahim) pada permulaan berwudlu’.
2.         Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
3.         Berkumur-kumur.
4.         Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
5.         Menyapu seluruh kepada dengan air.
6.         Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
7.         Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
8.         Menigakalikan membasuh.
9.         Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
10.       Membaca do’a sesudah wudlu’.

YANG MEMBATALKAN WUDLU

1.         Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau   keluar angin dan sebagainya
2.         Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk dan tidur nyenyak
3.         Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup, (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikah)
4.         Tersentuh kemaluan (qubul atau dubur) dengan tapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri)

MANDI WAJIB

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:

1.         Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya.

2.         Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

3.         Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.

SEBAB-SEBAB WAJIB MANDI

Sebab-sebab mandi wajib ada enam :, tiga diantaranya sering terjadi pada laki-laki dan prempuan, dan tiga lagi khusus pada perempuan saja, yaitu :

1.                  Bersetubuh, baik keluar mani maupun tidak
Sabda Nabi : “ Apabila dua yang dihitam bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani (HR. MUslim)

2.         Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau bukan. Sabda Nabi :” Dari Ummi salamah, sesungguhnya Ummi sulaim telah bertanya kepada Rasululah SAW, Ya Rasululah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak, Apakah perempuan mandi apabila bermimpi? Jawab beliau ,Ya (wajib atas mandi), apabila ia melihat air ( artinya keluarnya mani) Sepakat Ahli Hadits.
Hadits lain : Dari Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, mengenai perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi. Jawab Nabi , Ia tidak wajib mandi sehingga keluar maninya sebagaimana laki-laki tidka wajib mandi apabila tidak keluar mani (HR. Annasai dan Ahmad)

3.         Mati.  Orang Islam yang mati fardhu kifayah bagi muslim yang hidup untuk memandikannya.
Hadits  Nabi : Dari  Ibnu Abbas sesungguhnya Rasululah saw telah berkata tentang orang yang berihram yang terlempar dari punggung untanya hingga ia meninggal , beliau berkata ” Mandikanlah di olehmu dengan air daun bidara. (HR. Bukhari dan Muslim)

4.         Perempuan yang berhenti haid
5.         Seorang wanita yang telah bernofas
6.         Melahirkan



SUNNAH-SUNNAH MANDI

1.         Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan
2.         Membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim” pada permulaan mandi
3.         Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri
4.         Membasuh badan sampai tiga kali
5.         Membaca do’a sebagaimana membaca do’a sesudah berwudlu’
6.         Mendahulukan mengambil air wudlu’, yakni sebelum mandi disunnatkan berwudlu’ lebih dahulu


LARANGAN BAGI ORANG YANG SEDANG JUNUB

Bagi mereka yang sedang berjunub, yakni mereka yang masih berhadats besar tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Melaksanakan shalat
2. Melakukan thawaf di Baitullah
3. Memegang Kitab Suci Al-Qur’an
4. Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an
5. Membaca Kitab Suci Al-Qur’an
6. Berdiam diri di masjid

LARANGAN BAGI ORANG YANG SEDANG HAID

             Mereka yang sedang haid dilarang melakukan seperti tersebut di atas dan ditambah larangan sebagai berikut:
1. Bersenang-senang dengan apa yang antara pusat dan lutut
2. Berpuasa baik sunat maupun fardlu
3. Dijatuhi talaq (cerai)



PENGERTIAN TAYAMMUM

Arti Definisi / Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.


RUKUN TAYAMMUM

1.         Niat Tayamum.
2.         Menyapu muka dengan debu atau tanah.
3.         Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.

HAL YANG MEMBOLEHKAN TAYAMMUM

1.        Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya atau membelinya.
Dan sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lain-lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol yang dijual di pinggir jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur.
Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan.

2.        Sakit
Kondisi yang lainnya yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati wudhu` adalah bila seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya. Tidak boleh terkena air itu karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.

3.       Suhu Yang Sangat Dingin
Dalam kondisi yang teramat dingin dan menusuk tulang, maka menyentuh air untuk berwudhu adalah sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak kecil. Maka bila seseorang tidak mampu untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun dengan mengeluarkan uang, dia dibolehkan untuk bertayammum.
Di beberapa tempat di muka bumi, terkadang musim dingin bisa menjadi masalah tersendiri untuk berwudhu`, sebab jangankan menyentuh air, sekadar tersentuh benda-benda di sekeliling pun rasanya amat dingin. Dan kondisi ini bisa berlangsung beberapa bulan selama musim dingin. Tentu saja tidak semua orang bisa memiliki alat pemasan air di rumahnya. Hanya kalangan tertentu yang mampu memilikinya. Selebihnya mereka yang kekurangan dan tinggal di desa atau di wilayah yang kekurangan, akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu` di musim dingin. Maka pada saat itu bertayammum menjadi boleh baginya.

4.       Air Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk yang membolehkan tayammum.
Misalnya takut bila dia pergi mendapatkan air, takut barang-barangnya hilang, atau beresiko nyawa bila mendapatkannya. Seperti air di dalam jurang yang dalam yang untuk mendapatkannya harus turun tebing yang terjal dan beresiko pada nyawanya. Atau juga bila ada musuh yang menghalangi antara dirinya dengan air, baik musuh itu dalam bentuk manusia atau pun hewan buas. Atau bila air ada di dalam sumur namun dia tidak punya alat untuk menaikkan air. Atau bila seseorang menjadi tawanan yang tidak diberi air kecuali hanya untuk minum.

5.        Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun jumlahnya tidak mencukupi. Sebab ada kepentingan lain yang jauh lebih harus didahulukan ketimbang untuk wudhu`. Misalnya untuk menyambung hidup dari kehausan yang sangat. Bahkan para ulama mengatakan meski untuk memberi minum seekorr anjing yang kehausan, maka harus didahulukan memberi minum anjing dan tidak perlu berwudhu` dengan air. Sebagai gantinya, bisa melakukan tayammum dengan tanah.

6.        Karena Takut Habisnya Waktu
Dalam kondisi ini, air ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau. Namun masalahnya adalah waktu shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan untuk mendaptkan air, diperkirakan akan kehilangan waktu shalat. Maka saat itu demi mengejar waktu shalat, bolehlah bertayammum dengan tanah.

TATA CARA TAYAMMUM

Tata Cara / Praktek Tayamum :
1.         Membaca basmalah
2.         Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
3.         Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
4.         Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).
5.         Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
6.         Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
7.         Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
8.         Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
9.         Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri

NAJIS

Pengertian Najis
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran manusia dan kencing- maka harus dibersihkan.
Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (baca: jima’), ia dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan najis ini

Macam-Macam Najis

Najis ialah suatu benda yang kotor menurut syara’, misalnya:

1.         Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
2.         Darah
3.         Nanah
4.         Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
5.         Anjing dan babi
6.         Minuman keras seperti arak dan sebagainya
7.         Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.

Pembagian Najis :

Najis itu dapat dibagi 3 bagian:
1.         Najis Mukhaffafah (ringan) : ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2.         Najis Mughallazhah (berat) : ialah najis anjing dan babi dan keturunannya.
3.         Najis Mutawassithah (sedang) : ialah najis yang selain dari dua najis tersebut diatas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang.


Najis mutawassithah dibagi menjadi dua:
1.         Najis ‘ainiyah : ialah najis yang berujud, yakni yang nampak dapat dilihat
2.         Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing,    
         atau arak yang sudah kering dan sebagainya.

Cara Menghilangkan Najis

1.         Barang yang kena najis mughalladhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2.         Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3.         Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara di basuh sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiyah cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi

Najis yang Dimaafkan (Ma’fu)

        Najis yang dimanfaatkan artinya tak usah dibasuh/dicuci, misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.

        Adapun tikus atau cecak yang jatuh ke dalam minyak atau makanan yang beku, dan ia mati di dalamnya, maka makanan yang wajib dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang itu, ialah makananatau minyak yang dikenainya itu saja. Sedang yang lain boleh dipakai kembali. Bila minyak atau makanan yang dihinggapinya itu cair, maka semua makanan atau minyak itu hukumnya najis. Karena yang demikian itu tidak dapat dibedakan mana yang kena najis dan mana yang tidak.

Istinja’
        Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti kencing dan berak, wajib disucikan dengan air hingga bersih.


Adab Buang Air
1.         Jangan di tempat yang terbuka
2.         Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain
3.         Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan memaksa
4.         Kalau terpaksa buang air di tempat terbuka, hendaknya jangan menghadap kiblat
5.         Jangan membawa dan membaca kalimat Al-Qur’an

FUNGSI DAN HIKMAH THAHARAH DALAM KEHIDUPAN

1.              FUNGSI THAHARAH DALAM KEHIDUPAN

Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantaiasa hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat. Adapun yang perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, tempat ibadah, dan tempat umum.
1.         Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal. Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-iman kepada Allah.
2.         Menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu, para siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding, lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada.
3.         Di samping membersihkan ruang kelas, yang tidak kalah pentingnya adalah membersihkan lingkungan sekolah, karena kelancaran dan keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan sekolah, kenayamaan di dalam kelas, tata ruang yang sesuai, keindahan taman sekolah, serta para pendidik yang disiplin. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga keber-sihan, baik di rumah maupun di sekolah, agar kita betah serta terhindar dari berbagai penyakit.
4.         Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah. Kita mengetahui bahwa tempat ibadah – masjid, mushalla, atau langgar – adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan ketenang-an, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyuan dalam beribadah kalau temaptnya terawatt dengan baik, dan orang yang merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
5.         Dengan demikian, kita akan terpanggil untuk selalu menjaga kebersihan ling kungan tempat ibadah di sekitar kita. Apabila orang Islam sendiri menga-baikan kebersihan, khususnya di tempat-tempat ibadah, ini berarti tingkat keimanan mereka belum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam.
6.         Menjaga kebersihan lingkungan tempat umum Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam memiliki nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di lingkungan tempat tinggal sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh orang banyak.

2.       HIKMAH THAHARAH DALAM KEHIDUPAN
1.         Thaharah termasuk tuntunan fitrah. 
Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
2.         Memelihara kehormatan dan harga diri.
Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya
3.         Memelihara kesehatan.
Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit
4.         Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. 
Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang bersuci.



BAB III

KESIMPULAN


Thaharah merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Alloh kepada hamba sebelum melakukan ibadah yang lain. Thaharah hanya dilakukan dengan sesuatu yang suci dan dapat menyucikan. Thaharah juga menunjukan bahwa sesungguhnya islam sangat menghargai kesucian dan kebersihan sehingga diwajibkan kepada setiap muslim untuk senantiasa menjaga kesucian dirinya, hartanya serta lingkungannya. Hal ini dibuktikan dengan bab thaharah adalah bab pertama yang dibahas dalam setiap kitab fiqih yang ada.
 Waullahu ‘Alam

DAFTAR PUSTAKA
 Anwar Moch, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987

 H. Muqarrabin, Fiqih awam, Demak: Cv. Media Ilmu, 1997,

Mushtafa, Abid Bishri, Tarjamah Shahih Muslim, Semarang: CV Asy-Syifa, 1993

Al-Gazzi Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr, 2005

Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil Mufidah, Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006

Abu Bakar Imam Taqiyuddin, Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, Surabaya: Bina Imam, 2003

Muhammad Arsyad Al-Banjari Syekh, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar